Senin, 24 September 2012

Antara Inflasi, Suku Bunga dan Harga Reksa Dana


Artikel ini merupakan salah satu koleksi artikel Infovesta yang menjelaskan tentang cara kerja Makro Ekonomi terhadap investasi sekaligus mencoba menjawab pertanyaan pak Adrianus (komentar 7) mengenai hubungan antara inflasi dan reksa dana saham http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2011/06/14/apakah-ada-reksa-dana-yang-tidak-pernah-rugi/#comments
Dalam melakukan analisis terhadap pengambilan keputusan investasi, dikenal suatu metode yang disebut dengan Top Down Analysis. Secara umum, pengambilan keputusan menurut metode ini dilakukan dengan melihat kondisi perekonomian secara makro (umum), kemudian lebih lanjut ke sektor-sektor industri secara spesifik untuk melihat sektor mana yang diuntungkan dengan kondisi ekonomi makro yang ada, baru kemudian melihat ke salah saham secara individual untuk melihat saham mana yang paling bagus dalam industri tersebut. Metode ini merupakan metode yang umumnya digunakan oleh para Manajer Investasi dalam mengelola reksa dananya. Dan Kondisi perkembangan Inflasi merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian Manajer Investasi dalam pertimbangannya.
Pernahkah anda bertanya, apa sebenarnya hubungan antara membaiknya peringkat surat hutang indonesia, naik turunnya tingkat inflasi dan suku bunga, perubahan rasio hutang terhadap GDP, besar kecilnya cadangan devisa, harga minyak, panas dinginnya suhu politik, serta berita-berita makro ekonomi lainnya dengan perkembangan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana?
Berita-berita dengan topik di atas tentu sudah tidak asing bagi investor sekalian yang senantiasa mengikuti perkembangan melalui berbagai media massa di Indonesia. Berita tersebut kadang positif, kadang negatif, terkadang juga datar-datar saja. Tidak jarang sisi positif dan negatif dari berita baik yang berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri dan dikaitkan dengan perkembangan investasi di Indonesia.
Berita baik dan berita buruk datang silih berganti. Terkadang berita tersebut datang begitu cepatnya sehingga situasi bisa berubah dengan cepat hanya dalam hitungan hari. Yang dibutuhkan untuk menjadi seorang investor yang baik adalah suatu pemahaman, mana berita yang memiliki dampak signifikan dan mana yang tidak? Kemudian, apakah dampak dari berita tersebut hanya sementara atau berdampak terhadap investasi jangka panjang?
Untuk memahami secara sederhana, bagaimana dampak makro ekonomi dalam mempengaruhi harga instrumen investasi di Indonesia, mari kita lihat bagan sebagai berikut:
1. Inflasi dan BI Rate
Inflasi berarti kenaikan harga barang secara umum. Lembaga yang menghitung besar kecilnya tingkat inflasi di Indonesia adalah BPS (Biro Pusat Statistik). Sementara BI Rate (Bank Indonesia Rate) adalah tingkat suku bunga yang dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menetapkan besar kecilnya tingkat deposito dan persentase bunga pinjaman. Lembaga yang berwenang dalam menetapkan besar kecilnya BI rate adalah Bank Indonesia (BI).

Pada saat tingkat inflasi terlalu tinggi, Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate. Secara teoritis, kenaikan BI rate akan menyebabkan bunga pinjaman bank menjadi meningkat. Akibatnya kegiatan produksi akan berkurang karena semakin mahal dan terjadi permintaan terhadap barang. Karena permintaan semakin kecil, maka harga barang akan turun. Hal yang sebaliknya berlaku ketika inflasi terlalu rendah dan suku bunga diturunkan. Biaya produksi akan semakin murah menyebabkan kegiatan produk semakin bertambah. Kenaikan produksi akan memicu kenaikan permintaan barang dan pada akhirnya menyebabkan harga barang menjadi naik (terjadi inflasi).

Dalam kaitannya dengan investasi, pada saat suku bunga dinaikkan, orang akan memilih alternatif deposito yang memberikan bunga lebih tinggi. Akibatnya instrumen saham dan obligasi dijual sehingga menyebabkan harga saham, obligasi dan reksa dana turun. Sebaliknya pada saat suku bunga diturunkan, investor akan mencari alternatif yang memberikan hasil investasi lebih tinggi dibandingkan deposito yaitu saham dan obligasi. Akibatnya terjadi permintaan yang besar pada saham dan obligasi yang menyebabkan harga saham, obligasi dan reksa dana naik.

2. Pertimbangan dalam memutuskan tingkat BI Rate
Perlu diketahui bahwa BI rate bukan satu-satunya alat bagi Bank Indonesia dalam mengendalikan tingkat inflasi. Selain itu, pertimbangan besar kecilnya BI rate juga bukan hanya didasarkan pada tingkat inflasi semata. Ada faktor-faktor lain yang menentukan seperti:
  • Kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Tingkat BI rate yang tinggi akan menyebabkan dana asing mengalir ke Indonesia dan sebaliknya tingkat BI rate yang rendah akan menyebabkan dana asing keluar dari Indonesia.
  • Selisih dengan suku bunga AS antara tingkat suku bunga di Indonesia dengan tingkat suku bunga (Fed Fund Rate) di Amerika. Semakin besar selisihnya, maka semakin menarik pula negara Indonesia menjadi negara tujuan investasi. Dengan kata lain, apabila pemerintah AS menaikkan tingkat suku bunga sementara suku bunga Indonesia masih tetap, maka hal tersebut akan mengurangi daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.
  • Peringkat Surat Hutang Indonesia. Peringkat surat hutang menyatakan kualitas kemampuan suatu perusahaan / negara dalam melunasi kewajibannya. Negara yang memiliki peringkat hutang yang lebih baik dapat memberikan tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan negara dengan peringkat hutang yang lebih rendah. Oleh karena itu, penurunan spread dengan fed fund rate belum tentu berdampak negatif asal diikuti dengan peningkatan peringkat surat hutang Indonesia.
  • Kondisi perekonomian negara yang ditentukan oleh indikator seperti GDP (Gross Domestic Product) dan Cadangan Devisa. Kedua indikator tersebut bisa diibaratkan sebagai penghasilan dan tabungan bagi suatu negara. Idealnya suatu negara yang sehat memiliki penghasilan yang terus bertambah (pertumbuhan GDP positif), hutang yang tidak terlalu banyak (rasio hutang terhadap GDP yang kecil), dan punya simpanan untuk kondisi ketidakpastian di masa mendatang (cadangan devisa yang banyak). Hal di atas akan menjadi pertimbangan positif saat penilaian terhadap peringkat surat hutang Indonesia dilakukan.
  • Faktor tidak tetap adalah faktor yang dapat mempengaruhi keputusan Bank Indonesia dalam penetapan BI rate namun sifatnya tidak permanen dan berubah sewaktu-waktu. Contoh, lonjakan harga minyak yang signifikan, kondisi ekonomi global, atau yang sekarang sedang menjadi perhatian seperti perkembangan hutang Eropa, Perkembangan China dan kondisi US, dan faktor2 lainnya yang bisa muncul sewaktu-waktu. Faktor inilah yang paling tricky, selain tidak jelas apa hubungannya terhadap keputusan BI Rate, efeknya juga bisa langsung ke harga saham, obligasi dan reksa dana. Terkadang logika dan hubungan antara kejadian tersebut dengan Indonesia hampir tidak ada, namun seolah-olah hal tersebut menjadi faktor utama yang menggerakan harga di pasar. Umumnya faktor ini yang menjadi perhatian investor dan analisa dalam meramalkan pergerakan harga dalam jangka waktu dekat.
Berdasarkan bagan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa data makro ekonomi yang menjadi pertimbangan utama dalam berinvestasi adalah BI Rate dan Inflasi. Dalam proses perjalanannya, penetapan besar kecilnya BI rate juga akan mendapat pengaruh-pengaruh baik dari faktor eksternal maupun internal. Hal yang harus dipahami oleh investor adalah bahwa Kenaikan BI rate dan Inflasi akan berdampak negatif bagi investasi dan sebaliknya penurunan BI rate dan inflasi akan berdampak positif terhadap investasi.

Meski demikian, efek Inflasi dan BI Rate terhadap inflasi menurut penelitian kami lebih memiliki pengaruh ketika bergerak sedang naik atau sedang turun. Jika kondisinya flat, kondisi cenderung lebih sulit untuk dianalisis karena perhatian investor terpaku pada faktor-faktor tidak tetap (seperti yang dijelaskan di atas) yang berubah setiap hari. Meski demikan, dalam prakteknya sangat mungkin sekali investor dalam jangka pendek akan menemui kondisi investasi yang bertolak belakang dengan kondisi BI rate dan Inflasi. Jadi memang faktor ini bukan satu-satunya hal yang menyebabkan naik turunnya harga instrumen investasi namun dalam pandangan kami merupakan faktor penting yang menjadi penggerak harga instrumen investasi.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat dan bisa menjawab pertanyaan anda. Atas perhatiannya saya mengucapkan banyak terima kasih.

Kamis, 20 September 2012

EKONOMI MONETER

BAB III
EKONOMI MONETER
Ani Pinayani, Drs., M.M.
FPEB Universitas Pendidikan Indonesia
Email : ani_pinayani@yahoo.co.id


Property of Dwityapoetra S. Besar4
SistemPerekonomian
Fiskal
SektorRiil
Moneter
PerekonomianInternasional
SistemPerekonomian
SistemKeuangan
Sistem
Perbankan

Uang membuat dunia berputar
A.Pendahuluan 
Dewasa ini ekonomi moneter menjadi suatu cabang yang penting dalam ilmu
ekonomi sebab uang memegang peranan yang penting dalam lapangan hidup manusia misalnya dalam perdagangan internasional, harga uang antar negara/kurs dan kestabilan harga uang. Uang merupakan alat yang penting dalam kehidupan ekonomi. Teori umum yang khusus mempelajari uang/teori moneter disebut ekonomi moneter.
         Dalam ekonomi moneter dipelajari sifat, fungsi serta pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi misalnya  tingkat employment (N), harga/inflasi (P), Output (O) serta hubungan ekonomi internasional. Oleh karena itu ekonomi moneter mencakup

beberapa hal antara lain :
a.peranan dan fungsi uang dalam perekonomian 
b.sistem moneter serta pengaruhnya terhadap uang dan kredit
c.struktur dan fungsi Bank Sentral
d.pengaruh uang dan kredit terhadap kegiatan ekonomi
e.moneter Internasional
Tujuan mempelajari ekonomi moneter  adalah untuk mengetahui mekanisme
penciptaan uang, tingkat bunga, pasar uang, sistem dan kebijakan moneter serta
neraca pembayaran internasional serta menganalisis beberapa fenomena moneter dalam hubungannya dengan pengaruh kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi. Pengertian yang paling singkat dari teori moneter adalah teori mengenai bekerjanya pasar uang.
          Pada prinsipnya pelaku pasar uang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok yang menawarkan/kelebihan dana (kreditur) dan kelompok yang
mencari/kekurangan dana (debitur). Kemudian berdasarkan peranannya dalam
menciptakan uang beredar, pelaku pasar uang terdiri dari : Otorita Moneter (Bank Sentral dan Pemerintah), Lembaga Keuangan (Bank dan Bukan Bank) dan Masyarakat (Rumah Tangga dan Perusahaan).



         Peran utama otorita moneter adalah sebagai sumber awal dari terciptanya uang beredar  dan merupakan sumber penawaran  uang kartal ( C ) untuk memenuhi permintaan uang dari masyarakat dan sumber pen awaran uang yang dibutuhkan oleh lembaga-lembaga keuangan (Cadangan Bank/Bank Reserve). Uang kartal dan cadangan bank (R) merupakan sumber bagi terciptanya uang beredar, C dan R disebut uang inti/uang primer. Lembaga keuangan (Bank dan Bukan Bank) berperan sebagai sumber penawaran uang giral (Demand Deposits/DD), Deposito Berjangka (Time Deposits/TD), Tabungan (Saving Deposits/SD) dan aktiva-aktiva keuangan lain yang diminta oleh masyarakat. Masyarakat (Rumah Tangga dan Perusahaan) adalah konsumen akhir dari uang yang tercipta, yang mereka gunakan utuk memperlancar kegiatan-kegiatan produksi, konsumsi dan pertukaran mereka. 
         Uang beredar (C, DD, TD, SD. dll) tercipta melalui proses pasar yaitu  melalui  interaksi antara permintaan dan penawaran uang. Oleh karena itu uang beredar dapat bertambah atau berkurang tergantung hasil tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang yang tercermin pada perilaku para pelaku utama pasar uang tersebut. 

B.Sejarah dan Fumgsi Uang
1.  Sejarah Uang
Ensiklopedia bebas Wikipedia menulis tentang sejarah uang dengan kalimat :
” ... pada mulanya masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang
berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri, singkatnya apa yang diperoleh itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selanjutnya manusia dihadapkan pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh barang yang tidak bisa dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya.
         Akibatnya munculah sistem barter , yaitu barang yang ditukar dengan barang. Tetapi akhirnya banyak kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini.
Diantaranya kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang
diinginkan, dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatsi kesulitan tersebut mulailah timbul pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar.  Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda - benda yang diterima oleh umum (generally acepted), benda-benda yang dipilih berniali tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nikai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari, misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat samapai sekarang , orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa latin salarium yang berarti garam. Barng yang dianggap indah dan bernilai seperti kerang, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelummanusia menemukan uang logam.


Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Karena
benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang (storage), penyimpanan dan pengangkutan (transfortation) menjadi sulit dilakukan serta timbul kesulitan lain akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut. Ketika itu manusia berpikir keras untuk bisa menemukan suatu benda yang memenuhi syarat untuk dijadikan uang. Timbulah apa yang dinamakan uang logam  yang terbuat dari emas dan perak. Logam tersebut dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama, dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai dan mudah dipindah-pindahkan. Uang logam emas dan perak juga dosebut sebagai uang penuh (full bodied money) yang memiliki arti sebagai uang yang memiliki nilai sesungguhnya atau nilai intrinsik (nilai bahan) dimana nilai bahan pembuat uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut).Pada saat itu setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya dan mempunyai yang tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
         Seiring dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika
perkembangan tukar menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas sehingga nilainya kian lama kian tinggi. Hal ini sejalan dengan prinsip universal ekonomi dimana jika ada permintaan tinggi sementara barang langka, maka harganya akan naik dan sebaliknya. Penggunaan uang emas dan perak juga tidak menjawab pertukaran barang yang kecil/murah  sehingga lama kelamaan timbulah ide untuk membuat uang kertas (promise money);
Awalnya uang kertas yang beredar merupakan bukti atas kepemilikan emas
dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin sepenuhnya atau 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan kapanpun bisa ditukar penuh dengan jaminannya.  Perkembangan selanjutnya ketika lembaga atau institusi keuangan dalam bentuk yang sederhana sudah dibangun manusia, maka uang kertas yang memiliki nilai nominal tertentu dan nilainya lebih kecil dibandingkan  nilai emas juga kian digemari orang. Mungkin karena dianggap lebih praktis, masyarakat tidak lagi menggunakan emas sebagai alat pertukaran dan
lebih menggunakan Promise Money (surat utang) tersebut sebagai alat tukar.
2. Fungsi Uang 
 Pada dasarnya fungsi uang adalah sebagai alat pembayaran atau pertukaran.
Namun ilmu ekonomi membagi fungsi uang ke dalam dua kelompok yaitu fungsi asli dan fungsi turunan.
 Fungsi asli uang ada tiga yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung dan sebagai penyimpan nilai.  
Uang berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange) yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yag akan melakukan pertukaran tidak perlu
menukarkan dengan barang, karena dianggap tidak praktis tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar.  Uang berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukkan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga).

Uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (store of value) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang atau bersifat investasi. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut dalam waktu yang tidak terbatas  untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang. 
         Selain fungsi yang asli, uang juga memiliki fungsi turunan yaitu sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal) dan alat untuk meningkatkan status sosial.  Dalam perjalanannya, uang yang tadinya berasal dari bahan yang bernilai secara intrinsik, dikemudian hari diubah dan dibuat dari bahan yang tidak memiliki
nilai seperti kertas dan logam jenis besi atau campuran namun masih dijamin secara penih 100% oleh persediaan emas dan perak. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, uang dijadikan sebagai alat penjajahan dan tidak lagi  diback up secara penuh oleh cadangan emas dan perak. 

C.Peranan Uang dalam Perekonomian 
Setiap kegiatan perekonomian apakah itu kegiatan produksi, investasi dan
konsumsi  selalu melibatkan uang. Saat ini arti uang lebih dari sekedar alat transaksi perdagangan karena uang  telah menjadi komoditas di pasar uang. Dalam  bagian    ini,  kita akan  mengenal lebih jauh tentang peranan uang dalam kegiatan perekonomian.
1. Perputaran uang dan barang
Perkembangan perekonomian dapat diketahui melalui indikator-indikator
sektor riil, yang mencakup barang dan jasa, serta indikator-indikator sektor moneter. Sektor riil dan sektor moneter saling berkaitan satu sama lain. Secara
teoritis, sektor riil merupakan cermin dari sektor moneter dan sebaliknya.  Dalam sebuah transaksi jual beli, misalnya, akan selalu terdapat penjual yang memiliki barang dan pembeli yang memiliki uang. Apabila transaksi jual beli terjadi, maka kedua belah pihak melakukan pemenuhan atas kebutuhan masing-masing dengan nilai transaksi jual beli barang dan jasa yang sama dengan nilai uang yang diserahterimakan.
         Dalam setiap kegiatan ekonomi, selalu terdapat dua macam aliran, yaitu aliranbarang dan aliran uang.  Kegiatan produksi membutuhkan input  berupa bahan baku dan tenaga kerja. Sehingga dalam kegiatan produksi akan terjadi aliran barang dan jasa berupa bahan baku dan tenaga kerja dari masyarakat. Pada saat yang sama juga terjadi aliran uang dari perusahaan untuk pembayaran bahan baku yang dibeli tersebut. Aliran uang itu, bagi perusahaan akan menjadi pos biaya, sedangkan bagi masyarakat merupakan pos pendapatan. Ketika perusahaan menjual produknya ke masyarakat, yang terjadi adalah aliran uang keluar dari masyarakat dan sebaliknya aliran uang masuk dan merupakan pendapatan bagi perusahaan. Alur serupa juga terjadi pada kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sistem perekonomian, aliran uang akan sama atau  sebanding dengan aliran barang dan jasa.
2. Uang dan Suku Bunga
Untuk membiayai kegitan ekonominya, masyarakat mebutuhkan uang baik uang kartal, uang giral, maupun kuasi. Idealnya, jumlah uang yang tersedia, seimbang dengan jumlah uang yang dibutuhkan atau diminta masyarakat  sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan.  
         Apabila jumlah uang yang disediakan melebihi uang yang diminta, maka akan terjadi kelebihan penyediaan uang yang dapat mengakibatkan penurunan harga uang atau suku bunga. Sebaliknya, bila jumlah uang yang diminta melebihi jumlah jumlah uang yang disediakan maka akan dapat mengakibatkan kenaikan harga uang atau suku bunga. Suku bunga yang dimaksud adalah suku bunga yang mencerminkan kesesuaian antara suku bunga simpanan (sisi penawaran uang) dan suku bunga pinjaman (sisi permintaan uang). Dengan demikian dapat kita pahami bahwa perubahan suku bunga akan terjadi  karena adanya perubahan jumlah uang beredar sebagai akibat dari interaksi antara sisi
permintaan dan sisi penawaran.
3. Uang dan kegiatan ekonomi sektor riil
Pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi sektor riil dapat bersifat langsung
atau tidak langsung. Pengaruh tak langsung bisa kita pahami lewat penjelasan
hubungan uang dengan perkembangan suku bunga yang telah dijelaskan di atas.
Penurunan suku bunga akan menurunkan biaya pendanaan kegiatan investasi, dan selanjutnya akan mendorong kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi.
Untuk menggambarkan keterkaitan antara uang dan sektor riil,  berikut ini analisis grafik pertumbuhan tahunan uang dan pertumbuhan tahunan Produk  Domestik Bruto (PDB) yakni indikator perkembangan kegiatan ekonomi suatu masyarakat dalam memproduksi barang dan jasa. Kedua grafik  di bawah ini adalah gambaran perekonomian Indonesia yang mencerminkan naik turunnya perkembangan kedua variabel dari waktu ke waktu.
4. Uang dan Harga
Keterkaitan antara uang dan suku bunga dan keterkaitan antara uang dan kegiatan ekonomi sektor riil sebenarnya menggambarkan peranan uang dalammempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Perkembangan ekonomi, tercermin pada  perkembangan permintaan agregat (aggregate demand) masyarakat akan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah mekanisme perekonomian. Kegiatan produksi tentu harus didukung oleh kapasitas ekonomi  yaitu kondisi yang mencerminkan ketersediaan sumber daya  yang mencukupi, seperti bahan baku, tenaga kerja, dan teknologi. Dalam ilmu ekonomi makro, kondisi ini dikenal dengan penawaran agregat (aggregate supply).  Berbeda dengan permintaan agregat yang dapat berubah dalam jangka pendek, penawaran agregat relatif lebih sulit untuk berubah dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan karena perubahan penawaran agregat lebih terkait pada struktur dan perkembangan perekonomian.
         Permintaan agregat, idealnya harus sama dengan penawaran agregat. Apabila permintaan agregat tidak sama dengan penawaran agregat, maka diperlukan penyesuaian kegiatan ekonomi agar terjadi kesesuaian (keseimbangan). Penyesuaian itu berakibat pada perubahan harga barang dan jasa. Permintaan agregat yang melebihi penawaran agregat akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Apabila disimpulkan, perubahan jumlah uang beredar akan mempengaruhi perkembangan harga. Kecenderungan kenaikan harga secara terus-menerus (inflasi), terjadi apabila penambahan jumlah uang beredar melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Formulasi sederhananya “jumlah uang beredar bertambah, harga barang-barang naik”.
Inflasi disebut juga fenomena moneter  karena sangat dipengaruhi perkembangan uang beredar.

         Namun dalam teori strukturalis dinyatakan bahwa inflasi dalam jangka panjang disebabkan oleh adanya kekakuan struktur perekonomian di negara
berkembang, terutama pada struktur penerimaan ekspor dan produksi bahan makanan dalam negeri. Dengan demikian, tekanan inflasi akan muncul apabila pertumbuhan sektor ekspor sangat lamban dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Atau produksi bahan makanan  dalam negeri kurang memadai. Dalam pandangan ini, inflasi disebut sebagai fenomena structural. 
Inflasi di Indonesia pada paruh waktu pertama dekade 1960-an, adalah contoh inflasi sebagai fenomena moneter.  Pada saat itu inflasi yang mencapai 600% disebabkan oleh pencetakan uang yang berlebihan. Akibatnya kenaikan harga melonjak sangat tajam.Lalu pada tahun 1998 terjadi kelangkaan dana di perbankan akibat penarikan dana secara besar-besaran oleh masyarakat. Bersamaan dengan melemahnya nilai  Rupiah terhadap dolar AS, melemah pula kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah. Untuk mengatasi hal itu, Bank Indonesia menyuntikan dana ke pasar  dalam jumlah besar dalam beberapa waktu. Akibatnya terjadi inflasi beberapa waktu kemudiaan. Setelah pertumbuhan uang beredar mereda inflasi kembali melemah. Inflasi seperti ini juga  contoh fenomena moneter.
Namun lonjakan harga sesaat setelah Pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, tarif dasar listrik, atau tarif angkutan, juga kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Upah Minimum Regional merupakan contoh inflasi sebagai fenomena structural.
5. Pengendalian Jumlah Uang Beredar
Pengendalian jumlah uang beredar pada hakikatnya merupakan salah satu bagian dari kerangka kebijakan moneter yang dilaksanakan otoritas moneter. Sesuai dengan tujuan kebijakan moneter, pengendalian jumlah uang beredar pada umumnya dimaksudkan untuk menjaga kestabilan nilai uang dan mendorong kegiatan ekonomi. Selain itu, pengendalian jumlah uang beredar mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kerangka kebijakan ekonomi makro karena adanya keterkaitan antara uang dan variabel-variabel ekonomi lainnya. Pengendalian jumlah uang beredar dimaksudkan agar otoritas moneter dapat mempengaruhi nilai uang sedemikian rupa sehingga perkembangannya akan mendorong perkembangan perekonomian yang diinginkan termasuk menekan laju inflasi.
Tentang pengendalian jumlah uang beredar, sesuai dengan UU No 23 tahun
1999 tentang  Bank Indonesia, Bank Indonesia mempunyai tugas dan wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter antara lain mengendalikan jumlah uang beredar. Untuk mencapai target kuantitas, kebijakan moneter Bank Indonesia, akan sengaja diarahkan untuk mempengaruhi kegiatan perekonomian sehingga tercapai kestabilan harga. Namun, pengendalian jumlah uang beredar, dalam prakteknya sangat sulit dilakukan. Kesulitan itu disebabkan oleh beberapa factor, Pertama : adanya unsur-unsur kontradiktif pada sasaran kebijakan. Kedua, sulitnya  memprediksi dan mengendalikan permintaan uang masyarakat dan Ketiga, sulitnya memprediksi perilaku kecepatan perputaran uang. Diperkirakan, kesulitan itu akan lebih berat di masa mendatang. Untuk itu, Bank  Indonesia senantiasa menjajagi dan mengkaji beberapa kemungkinan penerapan kerangka kerja kebijakan moneter lain yang lebih optimal. Tentu, agar stabilitas nilai rupiah bisa tercapai.

C. Permintaan Uang dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya 
         Dalam bagian ini Anda akan membahas dan memperbandingkan, pendapat dari berbagai ekonom mengenai sisi permintaan dari pasar uang. Terutama pendapat pokok dari para ekonom Klasik, Keynes dan Friedman. Meskipun teori moneter mereka agak berbeda, tetapi mempunyai beberapa kesamaan dasar dan dapat diberi nama umum sebagai Teori Kuantitas mengenai Uang  (The Quantity Theory of Money).
1.Teori-teori Klasik
Teori Kuantitas mengenaiUang  (The Quantity Theory of Money) sebenarnya
adalah teori mengenai permintaan dan penawaran uang serta interaksi antara
keduanya. Teori ini menjelaskan hubunganantara penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang (tingkat harga). Hubungan antara kedua variabel tersebut dijabarkan dalam konsepsi (teori) mereka mengenai permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar (penawaran uang) berinteraksi dengan permintaan akan uang  dan selanjutnya akan menentukan nilai uang (harga).
a.  Irving Fisher
Teori kuantitas uang yang populer dikemukakan oleh Irving Fisher dalam
buku The Purchasing  Power of Money, New York (1911). Fisher mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan antara jumlah uang beredar dengan tingkat harga umum yang berkaitan dengan daya beli uang, dapat dilihat dalam bentuk formula sebagai berikut : 
MVT = PT
Keterangan :
M  =  Money (jumlah uang yang beredar)
VT =  Transaction Velocityof Circulation (kecepatan peredaran uang)
P   =  Price (tingkat harga umum)
T   =  Volume of Trade (volume perdagangan)

         Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang
dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan  jumlah uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku pula untuk seluruh perekonomian. Dalam suatu periode tertentu nilai dari barang-barang/jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang-barang yang dijual. Nilai dari barang-barang yang dijual sama dengan volume perdagangan (T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut  (P).  Di lain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus pula sama dengan jumlah uang yang ada di masyarakat (M) dikalikan dengan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain, atau rata-rata perputaran uang dalam periode tersebut (VT).
MVT = PT adalah suatu identitas dan bukan merupakan teori moneter. Identitas ini dikembangkan oleh Fisher menjadi suatu teori moneter. Identitas tersebut kemudian diberi nyawa dengan mentransformasikannya ke dalam bentuk
Md =1/VT . PT. Permintaan uang dari masyarakat adalah sutau proporsi tertentu 1/VT dari nilai transaksi (PT).  VT dan T menunjukkan variabel yang dianggap konstan (tetap). Posisi keseimbangan moneter : Md = Ms, dimana Ms (penawaran uang) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Sehingga menghasilkan : Ms = 1/VT . PT Berdasarkan formula Ms = 1/VT . PT  tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan  jumlah uang yang diedarkan oleh pemerintah.

T ditentukan oleh tingkat output keseimbangan masyarakat, yang untuk Fisher dan ahli ekonomi Klasik lainnya selalu pada posisi full employment (kapasitas produksi sudah digunakan semua). Sedangkan besar kecilnya VT ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat  dalam suatu periode. Sistem kelembagaan ini mencakup faktor-faktor misalnya pada masyarakat agraris tradisional memerlukan uang yang lebih kecil untuk setiap volume transaksi  daripada masyarakat industri/perdagangan, kebiasaan memberikan kredit perdagangan oleh penyalur kepada pembeli juga bisa mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang, perbaikan dalam komunikasi (telepon, internet dll) dan jaringan perbankan yang sudah on-line sampai ke kecamatan memungkinkan dana bisa dikirim  antar daerah secara cepat dan mengakibatkan kebutuhan uang menurun. Jadi faktor kelembagaan ini biasanya berubah dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek permintaan uang relatif terhadap volume transaksi bisa dianggap konstan. Demikian pula volume transaksi relatif terhadap pendapatan nasional bisa dianggap mempunyai proporsi yang lebih kurang konstan dalam jangka pendek dan ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan.
b.  Teori Cambridge (Marshall - Pigou)
Seperti teori Fisher dan teori-teori Klasik lainnya, teori cambridge berdasarkan
pada asumsi fungsi uang sebagai alat tukar umum (medium of exchange). Oleh karena itu,  teori-teori Klasik termasuk teori Fisher dan teori Cambridge melihat kebutuhan uang (permintaan uang) dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi. 
         Teori Cambridge menekankan  faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Permintaan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat dan ramalan/harapan (expectation) dari para warga masyarakat mengenai masa mendatang. Faktor- faktor lain ini mempengaruhi  permintaan uang seseorang dan dengan demikian juga mempengaruhi permintaan uang dari masyarakat secara keseluruhan. 
         Teoritisi Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional konstan satu sama lain, dan akhirnya mereka merumuskan teori uang mereka yang tidak jauh berbeda dengan teori Fisher.  Teori Cambridge menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan uang (Md)  adalah proportional dengan tingkat pendapatan nasional. Md  =  k PY dimana Y  adalah pendapatan nasional riil. Penawaran uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi keseimbangan maka :  Ms = Md  sehingga  Ms = k.PY atau  P = 1/k MsY.  Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah  secara  proporsional dengan perubahan volume uang  yang beredar (Ms). Tidak banyak berbeda dengan dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus yang berarti faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan.  Teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan harapan (expectations) berubah, meskipun dalam jangka pendek. Jadi kalau faktor-faktor ini berubah, maka “k” pun akan berubah. Apabila tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap.

Demikian juga faktor harapan akan mempengaruhi “k” dalam jangka pendek, apabila di masa datang diharapkan  akan ada kenaikan tingkat bunga (penurunan harga surat berharga/obligasi), maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang. 
2.Teori Keynes
Teori permintaan uang Keynes merupakan bagian dari teori ekonomi makronya  yang dituangkan dalam bukun “The General Theory of Employment, Interest and Money” (1936). Meskipun teori Keynes masih bersumber  dari teori Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan  sesuatu yang betul-betul berbeda dengan teori moneter Klasik. Perbedaan ini terletak pada fungsi uang yang lain yaitu sebagai store of value (penyimpan nilai) dan bukan hanya sebagai means of exchange (alat tukar/transaksi). Teori Keynes kemudian terkenal dengan nama teori Liquidity Preference.
         Keynes menyatakan  bahwa motif seseorang memegang uang tunai (liquidity preference) karena didorong oleh tiga motif, yaitu sebagai berikut  : 
a.Motif Transaksi (Transaction Motive)
Permintaan uang untuk tujuan transaksi tidak merupakan suatu proporsi yang
selalu konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga (seperti dalam teori Cambridge). Hanya  saja faktor tingkat bunga untuk permintaan uang untuk transaksi ini tidak ditekankan oleh Keynes. Karena ia ingin menekankan peranan tingkat bunga dalam penentuan permintaan uang untuk tujuan lain yaitu tujuan spekulasi.
Seseorang memegang uang tunai karena menurutnya dengan memegang uang tunai segala urusan yang berhubungan dengan transaksi jual beli barang dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari akan menjadi lancar. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin besar pengeluaran untuk kebutuhan transaksinya.
b.Motif  Berjaga-jaga ( Precautionary Motive)
Keynes juga membedakan permintaan uang untuk tujuan melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana transaksi normal. Seseorang akan menyimpan uang tunai karena didorong oleh keinginan untuk berjaga-jaga terhadap kejadian-kejadian yang sifatnya darurat dan tak terduga. Misalnya, sakit mendadak dan kecelakaan sehingga ia harus segera pergi ke dokter.  Permintaan uang untuk berjaga-jaga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor –faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh  tingkat penghasilan orang tersebut dan mungkin dipengaruhi oleh  tingkat bunga (meskipun dianggap idak kuat pengaruhnya.
c.Motif  Spekulasi (Speculative Motive)
Permintaan uang untuk spekulasi merupakan pembaharuan dalam teori moneter
dari Keynes. Motif dari pemegangan uang ini terutama bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya  si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul.  Secara garis besar teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi. Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan, sedangkan obligasi dianggap memberikan penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. 

Menurut Keynes, orang bisa berspekulasi mengenai perubahan tingkat bunga pada waktu yang akan datang (perubahan harga pasar obligasi di waktu mendatang) dengan membeli atau menjual obligasi yang dipunyainya dengan harapan memperoleh keuntungan. Apabila ia mengharapkan tingkat bunga akan naik (atau harga obligasi  turun) pada waktu yang akan datang, maka rasional baginya untuk menjual obligasi yang ia miliki dan memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai (hasil penjualan obligasi), karena ia bisa menghindari kerugian kapital (capital  loss) yang mungkin terjadi sebagai akibat dari dari turunnya harga obligasi yang ia miliki. Sebaliknya bila ia mengharapkan tingkat bunga akan turun (atau harga obligasi naik), maka lebih baik baginya untuk membeli obligasi (atau mengurangi uang tunai yang ia pegang), karena ia bisa memperoleh keuntungan kapital (capital gain) berupa kenaikan nilai atau bunga dari obligasi yang dibelinya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa : 
a)apabila tingkat bunga diharapkan untuk turun, maka orang lebih suka memegang kekayaannya dalam bentuk obligasi daripada uang tunai, karena bukan hanya obligasi memberikan penghasilan tertentu per periode, tetapi juga bisa memberikan capital gain berupa kenaikan harga obligasi
b)apabila tingkat bunga diharapkan untuk naik, maka orang akan memilih memegang uang tunai daripada obligasi.  
3.Teori Kuantitas Modern dari Friedman
Profesor Milton Friedman dalam Studies in the Quantity of Money (1955) mengembangkan Teori Kuantitas (Klasik) sesudah Keynes. Teori moneter Keynes merupakan pengembangan lebih lanjut dari aspek uncertainty (ketidakpastian) dan expectations (harapan) dari teori Cambridge, sehingga timbul teori permintaan uang untuk spekulasi. 
Teori kuantitas modern dari Friedman bisa ditafsirkan  sebagai pengembangan
lebih lanjut dari aspek lain teori Cambridge, yaitu konsepsi bahwa teori permintaan uang hanyalah satu penerapan dari teori umum mengenai permintaan, sedang prinsip dasarnya sama yaitu pemilihan antara berbagai alternatif  oleh konsumen dalam hal permintaan uang (pemilik kekayaan).
         Friedman menganggap bahwa marginal rate of substitution dari suatu aktiva terhadap aktiva-aktiva lain  menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva tersebut yang dipegang. Artinya bila seseorang memegang terlalu banyak satu bentuk aktiva misalnya uang, maka hasil tambahan atau marginal returns dari uang akan menjadi lebih kecil daripada marginal returns aktiva-aktiva lainnya. Sedangkan bila ia mengurangi jumlah uang yang ia pegang dan menggantinya dengan aktiva-aktiva lain (misalnya obligasi, surat berharga lainnya atau aktiva fisik seperti rumah, mesin, mobil dsbnya), maka orang tersebut akan memperoleh hasil  total (total returns) yang lebih besar. Pemilik kekayaan akan memperoleh hasil total  yang maksimum  apabila hasil  tambahan  dari setiap bentuk aktiva yang dipegang adalah sama.  Friedman melakukan beberapa penyederhanaan dalam  perumusan fungsi permintaan uang. Dia menganggap bahwa pemilik kekayaan bisa memilih lima bentuk kekayaan untuk dipegang yaitu  :
a)Uang tunai (M)
Hasil/imbalan (return) untuk aktiva yang dipegang dalam bentuk uang tunai dapat berupa uang pula, misalnya bila uang disimpan dalam bentuk  tabungan atau rekening giro.

Tetapi Friedman menganggap bahwa hasil yang diperoleh  untuk aktiva uang tunai terutama sekali berbentuk hasil yang tidak berbentuk uang yaitu hasil yang timbul dari uang yang sifatnya  likuid (misalnya mudah digunakan, aman dan dijamin undang-undang dll). Uang tunai dapat ditukarkan dengan aktiva-aktiva lain tanpa dibebani biaya-biaya penukaran. Uang tunai merupakan alat untuk menyimpan daya beli (store of value) yang paling luwes dan alat untuk mempermudah tukar menukar (means of exchange) yang paling efektif. 
Hasil  riil per satuan nominal uang yang  dimiliki ditentukan oleh jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli oleh satuan uang tersebut atau ditentukan oleh tingkat harga umum (P). Selain ditentukan harga (P),  hasil aktiva uang tunai juga ditentukan oleh prosentase perubahan harga. Apabila harga-harga barang turun, maka nilai uang riil uang tunai yang dipegang naik, sebaliknya bila harga-harga naik, maka nilai riil dari setiap satuan nominal uang tunai turun.
b)Obligasi (B)
Hasil yang diperoleh dari aktiva dalam bentuk obligasi adalah pendapatan bunga (interest income) dan keuntungan kapital (capital gain). Interest income adalah hasil/imbalan  yang diperoleh oleh pemegang obligasi setiap periode tertentu (setiap bulan atau tahun), yang jumlahnya tetap dan dicantumkan dalam obligasi. Dan besarnya hasil ini ditentukan oleh tingkat bunga yang berlaku (R). Sedangkan capital gain adalah keuntungan (atau kerugian ) yang bersumber dari naik turunnya harga pasar obligasi. Besar kecilnya capital gain ditentukan oleh perubahan tingkat bunga dari waktu ke waktu. Jika tingkat bunga (R)  naik, maka harga obligasi  turun  dan jika tingkat bunga turun, maka harga obligasi naik. Jadi besarnya capital gain ditentukan oleh prosentase perubahan tingkat bunga dari waktu ke waktu. 
c)Saham-saham atau equities (E)
Hasil yang diperoleh dari saham atau equities, dianggap oleh Friedman serupa
dengan hasil dari  obligasi, hanya saja diasumsikan bahwa hasil (dalam satuan uang) untuk saham dipengaruhi juga oleh perubahan tingkat harga.
d)Barang-barang fisik bukan manusia (G)
Hasil yang diperoleh  dari aktiva fisik (G) ternyata merupakan kebalikan dari hasil  uang tunai. Apabila harga-harga naik, maka hasil yang diperoleh dari uang tunai turun, tetapi hasil dari  aktiva fisik (G) naik. Sebaliknya bila harga-harga turun, hasil yang diperoleh dari  aktiva uang tunai (M) naik, sedangkan hasil dari aktiva fisik (G)  turun. Jadi hasil yang diperoleh dari uang tunai (M) maupun hasil dari aktiva fisik (G) dipengaruhi oleh prosentase perubahan harga.
e)Kekayaan manusiawi / human capital (H)
Semakin besar aktiva manusiawi (H) yang dipegang relatif terhadap aktiva-aktiva lain, maka akan semakin besar permintaan uang tunai orang tersebut. Karena aktiva manusiawi tidak bisa diperjualbelikan  seluwes aktiva-aktiva lain.  Untuk mengimbangi kekurangan fleksibilitas dari struktur aktiva yang dipegangnya, ia akan cenderung memilih memegang lebih banyak uang tunai (M) daripada aktiva-aktiva lain (B, E, G). Apabila “k” adalah rasio dari H terhadap aktiva-aktiva lain (B + E + G + H), maka semakin besar “k” semakin banyak uang tunai (M) yang diminta relatif terhadap B, E dan G.



Sebaliknya makin rendah “k”, maka uang tunai yang diminta pemilik kekayaan akan semakin kecil relatif terhadap B, E, dan G. Faktor lain yang dianggap menentukan permintaan seseorang terhadap uang tunai adalah preferensi atau selera orang tersebut. Ada orang yang kecenderungan pribadinya lebih suka memegang uang tunai daripada aktiva-aktiva lain. Ada orang yang suka memegang lebih sedikit uang tunai tetapi lebih banyak barang-barang. Ada orang yang tidak begitu mementingkan aktiva-aktiva lain, tetapi lebih suka menambah aktiva manusiawinya, misalnya melalui pendidikan, pelatihan dll.

D. Penawaran Uang dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya 
Uang yang beredar (Ms) tercipta melalui proses pasar yaitu  melalui  interaksi
antara permintaan dan penawaran uang. Jadi uang beredar dapat bertambah atau
berkurang tergantung dari  hasil tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang yang tercermin  para pelaku utama dalam pasar uang. Pada sub bab ini kita akan membahas sisi lain dari pasar uang yaitu penawaran uang dalam suatu kerangka teori penawaran uang.
1.Penawaran Uang tanpa Bank
Bagaimana uang beredar tercipta dalam suatu perekonomian ?  teori-teori lama
mengenai uang beredar menjelaskan bahwa uang beredar tercipta sangat sederhana dan menganggap seolah-olah perbankan tidak ada dan meskipun perbankan ada, tetapi tidak mempunyai pengaruh terhadap proses tersebut.  Teori penawaran uang yang paling sederhana merupakan gambaran dari sistem standar emas, dimana emas adalah satu-satunya alat pembayaran. Naik turunnya uang beredar atau uang yang ditawarkan di masyarakat ditentukan oleh tersedianya emas di masyarakat. Jumlah uang (emas) beredar akan turun apabila emas dikirim ke luar negeri untuk menutup defisit neraca pembayaran, yaitu untuk membayar barang-barang yang diimpor yang jumlahnya lebih besar daripada nilai barang-barang yang diekspor atau karena industri-industri yang menggunakan emas dalam proses produksinya menyedot emas yang ada. Sehingga mengurangi jumlah emas yang tersedia untuk alat pembayaran  Jumlah uang beredar bisa bertambah apabila terjadi surplus neraca pembayaran atau karena produksi emas meningkat, misalnya dengan ditemukannya tambang emas yang baru. Dalam sistem standar emas, uang beredar ditentukan oleh proses pasar, sedangkan pemerintah, bank  sentral ataupun perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya uang beredar. Semuanya serba otomatis dan sebenarnya tidak alasan bagi pemerintah atau otorita moneter untuk melakukan campur tangan di pasar uang (melaksanakan kebijakan moneter). Penawaran uang akan secara otomatis menyesuaikan diri dengan kebutuhan (permintaan) uang, sehinggga harga emas (harga barang) secara otomatis selalu mencapai kestabilannya. Dalam hal ini kebijakan moneter tidak diperlukan lagi. Dalam perumusan teori kuantitas, para ekonom Klasik pada umumnya belum terbebas dari bayangan bekerjanya sistem standar emas. Bahkan sampai jaman Keynes, pada saat sistem standar emas sudah ditinggalkan, teori penawaran uang masih belum berkembang dan masih dalam bentuk sederhana. 
2.Teori Penawaran Uang Modern
Teori penawaran uang modern dikembangkan oleh ekonom-ekonom setelah
Keynes. Dalam perekonomian modern, para produsen emas tidak lagi mempunyai peranan moneter yang penting seperti dalam sistem standar emas.

Dalam sistem standar kertas, sumber dari terciptanya uang beredar adalah otorita moneter (pemerintah dan bank sentral)  dan lembaga keuangan (sistem moneter). Otorita moneter merupakan penyalur uang inti atau uang primer, sedangkan lembaga keuangan  (perbankan) merupakan peyalur uang sekunder bagi masyarakat.  Proses terciptanya uang beredar merupakan proses pasar artinya hasil interaksi antara permintaan dan penawaran, dan bukan sekedar pencetakan uang atau keputusan pemerintah saja. Apabila pada suatu waktu permintaan akan uang inti tidak sama dengan penawaran uang inti, maka para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan melakukan penyesuaian berupa tindakan-tindakan di sub-pasar uang inti sehingga akhirnya terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Demikian juga, apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di sub-pasar uang sekunder (giral), maka akan dilakukan pula tindakan-tindakan  penyesuaian oleh para pelaku pasar sampai akhirnya tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar ini. Oleh karena kedua sub-pasar tersebut sangat erat terkait satu sama lain, maka para pelaku pasar uang baru berhenti melakukan tindakan-tindakan penyesuaian hanya apabila permintaan dan penawaran di masing-masing sub-pasar mencapai keseimbangan secara bersama-sama (simultan). Tindakan –tindakan penyesuaian tersebut di atas adalah berupa usaha dari para pelaku pasar uang untuk mengubah struktur atau komposisi dari kekayaan yang ia pegang menuju kearah struktur dan komposisi yang ia inginkan.  Tindakan semacam ini mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar uang dan akan berhenti dilakukan apabila semua pelaku di pasar uang sudah puas dengan struktur dan komposisi neraca (kekayaan) yang dimilikinya. Dalam teori moneter proses penyesuaian komposisi kekayaan mempunyai istilah khusus yaitu proses penyesuaian portofolio (portfolio adjusment).
3.Pelipat Uang (Money Multiplier)
Proses pelipatan uang atau money multiplier merupakan proses pasar (penyesuaian antara permintaan dan penawaran uang). Proses pelipatan itu dimungkinkan karena adanya lembaga yang disebut bank, yang tidak harus menjamin secara penuh uang giral yang diiciptakannya dengan uang tunai. Seandainya cash ratio  yang dipegang bank adalah 100%, maka proses pelipatan tidak akan terjadi, meskipun proses penyesuaian portofolio tetap bisa terjadi. Uang giral (demand deposits, time deposits dan saving deposits) tidak harus dijamin secara penuh dalam bentuk uang tunai pada bank. Untuk uang giral sebesar Rp 10.000 misalnya,  bank hanya perlu menyimpan uang tunai (cadangan bank) sebesar Rp 500 (jika cash ratio yang berlaku 5%). Artinya bahwa dengan memegang uang inti sebesar Rp 500, bank bisa menciptakan uang giral sebesar Rp 10.000. Jadi bank menciptakan uang giral sebesar Rp 9.500 (Rp 10.000 – Rp 500). Oleh karena itu setiap tambahan uang inti sebesar Rp 1  akan dapat menciptakan tambahan uang beredar yang lebih besar daripada Rp 1.  Dalam kenyataannya uang yang diciptakan bank, tidak hanya tergantung pada kemauan bank semata, tetapi tergantung pula pada hasil interaksi para pelaku pasar uang (lihat kembali Gambar 4.1). Secara ringkas proses pelipatan uang tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut :
           1
M1 =  ----------------  B  ; dimana  c =  C/M1  dan  r = R/DD
 c + r ( 1 – c)

Persamaan tersebut menunjukkan bagaimana uang inti (B) dilipatkan menjadi uang beredar (M1), sedangkan  1/ c + r (1 – c)  adalah koefisien pelipat uang (money multiplier). Nilai koefisien pelipat uang (money multiplier) biasanya lebih besar dari satu, karena c dan r  nilainya lebih kecil dari satu. Semakin kecil nilai  c dan r, maka akan semakin besar nilai koefisien pelipat uang. Nilai c yang rendah artinya masyarakat lebih suka menyimpan uang tunainya di bank daripada di bawah kasur dan bank mempunyai lebih banyak uang inti untuk dilipatkan. Sedangkan nilai r yang rendah berarti lebih banyak uang giral yang yang bisa diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang oleh bank. Nilai c dan r mencerminkan perilaku masyarakat dan bank. Besarnya uang beredar yang dipegang masyarakat dalam bentuk  uang tunai mencerminkan keinginan dan perilaku masyarakat. Demikian pula berapa besar bank menyimpan uang tunai untuk menjamin saldo-saldo rekening koran/giro milik nasabah merupakan pencerminan perilaku bank. Perilaku nasabah/masyarakat dan bank merupakan keputusan ekonomi yaitu keputusan yang ditentukan atas dasar perhitungan untung-rugi.
4.Faktor faktor yang mempengaruhi Penawaran Uang
Beberapa faktor yang dapat menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar atau penawaran uang adalah sebagai berikut :
a.Bank Sentral
Bank sentral (Bank Indonesia) dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredardi masyarakat karena bank sentral mempunyai hak oktroi untuk mencetak dan mengedarkan uang kartal. Selain memiliki hak oktroi, Bank sentral juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar melalui kebijakan moneter yang dapat berupa 
politik diskonto (menaikkan dan menurunkan suku bunga)
politik pasar terbuka (memperjual belikan surat berharga)
politik cash ratio (menaikkan dan menurunkan cadangan kas untuk bank umum), dan
politik kredit selektif (pengaturan pemberian kredit)
b.Pemerintah
Pemerintah melalui menteri keuangan atas persetujuan gubernur Bank Indonesia dapat meminta perum peruri untuk mencetak uang berupa uang kertas dan uang logam pemerintah (uang yang nominalnya kecil).
c.Bank Umum
Bank umum dapat menciptakan uang giral (uang bank) melalui pembelian saham/surat berharga dari masyarakat. \Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah uang beredar yaitu ;
kebijakan Bank Sentral melalui hak oktroi dan kebijakan moneternya
pemerintah melalui hak mencetak uang dengan nilai nominal kecil, dan
bank umum dengan cara pembelian surat-surat berharga dari masyarakat.
Selain ketiga lembaga tersebut, faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah uang beredar adalah sebagai berikut :
d.  Tingkat Pendapatan Masyarakat
Pendapatan masyarakat adalah sejumlah uang yang diterima masyarakat pada  jangka waktu tertentu. Semakin tinggi pendapatan yang diterima masyarakatsemakin banyak jumlah uang yang beredar. Begitu pula sebaliknya.


e.  Tingkat Suku Bunga
Jika tingkat suku bungan yang ditentukan oleh bank sentral maupun bank umum tinggi, akan mendorong masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank dan penciptaan kredit baru akan terhambat, sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Demikian pula sebaliknya, jika tingkat suku bunga di bank –bank rendah, akan menyebabkan masyarakat enggan menabung dan akan mendorong tercipta kredit-kredit baru, sehingga jumlah uang beredar akan bertambah.
f.Harga-Harga Barang
 Harga-harga barang merupakan factor yang sensitive pula terhadap jumlah uang beredar. Jika harga-harga barang mahal, masyarakat dituntut untuk memiliki jumlah uang lebih banyak sehingga akan mengakibatkan jumlah uang beredar semakin banyak. Akan tetapi sebaliknya, jika harga barang-barang murah, jumlah uang beredar akan berkurang., karena masyarakat akan menyimpan kelebihan uangnya di bank.
g.Selera Masyarakat terhadap Barang
 Jika selera masyarakat terhadap suatu jenis barang meningkat, akan mendorong naiknya permintaan. Jika permintaan naik, harga barang-barang akan naik sehingga jumlah uang beredar akan cenderung naik, dan sebaliknya.

D. Kebijakan Moneter 
Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang sangat berperan untuk mengatur dan menjaga stabilitas jumlah uang beredar di masyarakat. Apabila jumlah uang beredar di dalam suatu perekonomian kurang dari yang dibutuhkan, maka negara tersebut  cenderung mengalami kelesuan ekonomi. Sedangkan jika jumlah uang beredar dalam suatu perekonomian  melebihi yang dibutuhkan, maka negara tersebut cenderung mengalami inflasi yang tinggi. Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah Bank Indonesia antara lain memiliki tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter (UU No 23 tahun 1999)
1.Pengertian Kebijakan Moneter
Secara umum dapat didefinisikan bahwa Kebijakan Moneteradalah  semua tindakan pemerintah untuk mengendalikan jalannya kehidupan ekonomi nasional ke arah yang diinginkan melalui pengendalian jumlah uang yang beredar (Ms). Kebijakan moneter merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang beredar. Dengan kebijakan moneter (monetary policy), pemerintah dapat melakukan pengendalian terhadap jumlah uang beredar, kredit dan sistem perbankan. Dalam implementasinya, kebijakan moneter bisa bersifat ekspansif yaitu kebijakan moneter yang dilakukan melalui peningkatan jumlah uang beredar (Ms) dan atau penurunan tingkat bunga (i) dengan tujuan untuk meningkatkan permintaan agregat di dalam perekonomian atau kebijakan moneter yang kontraktif  yaitu kebijakan moneter yang dilakukan melalui pengurangan jumlah uang beredar (Ms) dan atau peningkatan tingkat bunga (i) dengan tujuan untuk mengurangi permintaan agregat di dalam
perekonomian. Tujuan akhir dilaksanakannya kebijakan moneter adalah tercapainya kestabilan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan kesempatan kerja, peningkatan kualitas tenaga kerja, dan terciptanya iklim usaha yang sehat sehingga investasi-investasi baru akan bermunculan.

 Tujuan kebijakan moneter antara lain adalah 
a.Menjaga Stabilitas Ekonomi
Melalui pengendalian jumlah uang beredar oleh Bank Sentral (BI) sesuai dengan kebutuhan masyarakat, akan tercipta suatu keadaan perekonomian yang stabil. Perekonomian yang stabil adalah suatu kondisi perekonomian yang menjamin pertumbuhan ekonomi secara mantap dan berkelanjutan. Dengan kata lain, arus perputaran barang dan arus perputaran uang berjalan secara seimbang dan terkendali.
b.Menjaga Kestabilan Harga
Jumlah uang yang beredar di mayarakat sangat mempengaruhi tingkat harga-harga yang berlaku. Dengan adanya pengaturan jumlah uang yang beredar melalui kebijakan moneter oleh bank sentral, tingkat harga dari waktu ke waktu akan terkendali. Apabila tingkat harga stabil, masyarakat akan percaya bahwa membeli barang pada masa sekarang akan sama dengan tingkat harga membeli barang pada  masa yang akan datang. 
c.Meningkatkan Kesempatan Kerja
Dengan adanya pengaturan jumlah uang yang beredar secara terkendali, diharapkan perekonomian lebih stabil. Jika perekonomian stabil, para investor tidak akan ragu-ragu meningkatkan jumlah produksi, mengembangkan investasi-investasi baru, dan membuka lapangan kerja baru sehingga terjadi peningkatan kesempatan kerja.
d.Memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran luar negeri. Melalui kebijakan moneter, pemerintah juga dapat memperbaiki neraca perdagangan luar negeri menjadi surplus. Apabila pemerintah melakukan devaluasi, maka harga-harga barang buatan dalam negeri jika dibeli dengan mata uang asing  akan menjadi lebih murah. Sehingga barang Indonesia dapat bersaing di pasar luar negeri  dan akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia.  Dengan meningkatnya nilai ekspor diharapkan dapat memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran luar negeri menjadi surplus. 
2.Jenis-jenis Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah di bidang keuangan untuk menjaga kestabilan nilai mata uang, dalam upaya mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) yang dikepalai oleh seorang gubernur Bank Indonesia. Dalam menentukan kebijakan moneter, gubernur Bank Indonesia akan meminta pertimbangan dan masukan dari dewan moneter yang beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, serta Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri.  Kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral memiliki beberapa instrumen yaitu operasi pasar terbuka (open market operation), cadangan wajib minimum (minimum reserve requirement), Politik diskonto (discount policy), pengendalian langsung (direct control) dll.
a.Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Bank Indonesia  memiliki wewenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkan dan melakukan pengendalian moneter. Salah satu cara pengendalian moneter yang dilaksanakan Bank Indonesia adalah melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT).



Gambar 3.1  Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak laindalam rangka pengendalian moneter, baik secara berkala ataupun sewaktu-waktu jika diperlukan. Tujuan OPT adalah  mencapai target operasional kebijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia. Target opersional kebijakan moneter dapat berupa pengendalian jumlah uang beredar (target kuantitas) atau suku bunga (target harga). Dalam hal kebijakan moneter difocuskan pada pengendalian jumlah uang beredar maka uang primer atau atau komponennya (Mo) dijadikan sebagai target operasional, dan jumlah uang beredar baik dalam arti sempit (M1) maupun dalam arti luas (M2) sebagai target antara. Dalam hal pengendalian moneter difokuskan pada pengendalian suku bunga, Bank Indonesia menggunakan suku bunga pasar jangka pendek (overnight) sebagai target opersional. Dari perubahan suku bunga jangka pendek
OPT
Likuiditas Pasar Uang
Kredit
Suku
Bunga
Ekspektasi  Inflasi
Nilai Tukar
Supply Domestik
Demand Domestik
Tekanan Inflasi dari Domestik
Tekanan Inflasi dari Luar Negeri
Inflasi Intervensi Valas
diharapkan terjadi transmisi ke peribahan suku bunga untuk jangka waktu yang
lebih lama (menengah dan panjang). Sampai saat ini BI masih menggunakan uang primer (base money) sebagai target opersional OPT namun dengan tetap memperhatikan perkembangan suku bunga yang terjadi di pasar. Dengan pengendalian uang primer, jumlah uang beredar dapat dikendalikan dan pada akhirnya diharapkan sasaran akhir berupa laju inflasi dapat tercapai. Pencapaian target opersional tersebut dilakukan dengan cara mempengaruhi likuiditas perbankan melalui kontraksi moneter apabila perkembangan Mo melebihi target yang ditetapkan, atau sebaliknya melalui ekspansi moneter apabila perkembangan Mo berada dibawah target.
Jenis Kegiatan OPT
a.Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
b.Jual Beli Surat Berharga dalam Rupiah
c.Penyediaan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI)
d.Jual Beli Valuta Asing
Dari keempat jenis kegiatan tersebut, baru penerbitan SBI dan FASBI yang digunakan BI sebagai instrumen OPT. Sementara untuk jenis kegiatan jual beli surat berharga dalam Rupiah, Bank Indonesia saat ini sedang mempersiapkan penggunaan Surat Utang Negara (SUN) sebagai piranti OPT.





Operasi  pasar terbuka melalui jual beli surat berharga dapat digambarkan melalui
gambar 3.2  berikut ini salah satu kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-OPERASI PASAR TERBUKA Menjual SBI
Membeli surat-surat berharga
Mengurangi jumlah uang beredar
Menambah jumlah uang beredar
Mengatasi inflasi
Mengatasi Deflasi/Resesi surat berharga. Tujuan Bank Sentral menjual surat berharga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah untuk mengurangi jumlah uang yang  beredar. Dengan penjualan SBI, diharapkan uang dari masyarakat akan tertarik masuk ke bank dan dana yang beredar di mayarakat lebih banyak berupa surat berharga SBI. Penjualan SBI biasanya dilakukan oleh bank sentral apabila perekonomian mengalami gejala-gejala inflasi. Sedangkan tujuan Bank Sentral melakukan pembelian surat berharga dari masyarakat adalah untuk menambah jumlah uang yang beredar. Dengan melakukan pembelian surat berharga dari masyarakat, berarti menambah volume jumlah uang yang beredar dan sebagai gantinya, Bank Sentral memiliki surat-surat berharga.
          Kebijakan pembelian surat berharga oleh Bank Sentral ini biasanya dilakukan apabila perekonomian cenderung mengalami kelesuan (resesi) atau berada pada kondisi deflasi yang mengganggu stabilitas ekonomi.
b.Politik Diskonto (Discount Policy)
Politik diskonto disediakan bagi bank-bank dalam rangka memperlancar pengaturan likuiditas sehari-hari. Politik diskonto dilakukan dengan cara penjualan surat berharga repo atau penjaminan surat berharga. Penetapan tingkat diskonto dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pengendalian moneter. Dalam hal diperlukan pengetatan likuiditas  maka tingkat diskonto dapat dinaikkan dan sebaliknya, dalam hal diperlukan pelonggaran likuiditas maka tingkat diskonto diturunkan. 
politik diskonto adalah salah satu kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk menambah dan mengurangi
POLITIK
DISKONTO
Menaikkan suku bunga
Menurunkan suku bunga
Mengurangi jumlah uang beredar
Menambah jumlah uang beredar
Mengatasi inflasi
Mengatasi Deflasi/Resesi
jumlah uang yang beredar dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga bank.   Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar, bank sentral dapat menaikkan suku bunga. Hal ini bisa terjadi karena dengan naiknya suku bunga bank, diharapkan masyarakat  atau bank umum tidak akan senang meminjam uang dari bank. Dengan demikian, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang. Peningkatan suku bunga bank dilakukan jika perekonomian mengalami gejala inflasi. Sedangkan untuk menambah jumlah uang beredar, bank sentral dapat menurunkan suku bunga bank. Dengan rendahnya suku bunga bank, diharapkan masyarakat tidak akan senang menyimpan uang di bank.
Dengan demikian, jumlah uang beredar di masyarakat akan bertambah.  Penurunan suku bunga dilakukan bank sentral apabila perekonomian mengalami kelesuan (resesi) atau apabila perekonomian mengalami gejala deflasi.
c.Giro Wajib Minimum (GWM)
Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988 (Paket Oktober 1988) Bank Indonesia
menggunakan GWM untuk menghentikan pertumbuhan besaran-besaran  moneter yang masih tinggi yaitu dengan menetapkan GWM menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan likuiditas wajib minimum sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2%). GWM pada dasarnya adalah sejumlah minimum dana yang harus selalu tersedia pada saldo giro setiap bank pada Bank Indonesia. Keharusan menyediakan sejumlah minimum dana ini juga disebut likuiditas wajib minimum yang saat ini sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang dihimpun berlaku sejak April 1996 GWM atau Likuiditas Wajib Minimum
Menaikkan  GWM
Menurunkan  GWM
Mengurangi jumlah uang
beredar Menambah  jumlah uang beredar
Mengatasi inflasi
Mengatasi deflasi/resesi
jika bank sentral menaikkan GWM, berarti bank sentral ingin mengurangi jumlah uang yang beredar. Hal ini terjadi karena dengan naiknya GWM, berarti bank umum harus lebih banyak menyimpan dananya pada saldo giro di Bank Indonesia. Peningkatan GWM biasanya dilakukan apabila perekonomian mengalami gejala-gejala inflasi yang akan mengganggu kestabilan ekonomi. Jika bank sentral menurunkan GWM, berarti bank sentral ingin menambah jumlah uang yang beredar. Hal ini bisa terjadi karena dengan turunnya GWM, berarti mengurangi saldo giro di Bank Indonesia dan bank-bank umum diberi kesempatan untuk dapat mengedarkan uang lebih banyak lagi. Penurunan GWM biasanya dilakukan apabila perekonomian mengindikasikan adanya gejala-gejala resesi yang akan mengganggu stabilitas ekonomi pada umumnya.
d.Persuasi Moral (Moral Suasion)
Kebijakan ini dilakukan oleh Bank Indonesia dengan meminta atau mengimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan kondisi makro ekonomi maupun kondisi mikro ekonomi masing-masing bank dalam menyusun rencana ekspansi
kredit yang realistis. Kebijakan persuasi moral atau moral suasion ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit, namun dengan tetap memberikan kebebasan kepada perbankan untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.

E.  Jenis-jenis Sistem Standar Moneter
Standar moneter atau standar uang  adalah alat mata uang (sesuatu barang) yang dijadikan sebagai dasar dari uang yang diedarkan dalam perekonomian suatu negara. Standar moneter yang digunakan dapat berupa logam (methalic standard) atau kertas (paper standard)  




1.  Standar Logam (Methalic Standard)
Dalam standar logam, uang yang diedarkan dalam masyarakat didasarkan pada suatu jumlah logam tertentu misalnya emas, perak atau keduanya. Dalam sejarah uang kita mengenal  macam-macam standar logam yaitu Standar tunggal, Standar pincang, dan  Standar kembar

a.Standar Tunggal (monometalisme)
Standar tunggal adalah suatu sistem peredaran uang yang didasarkan pada satu jenis logam sebagai logam standar untuk membuat mata uang.  Apabila logam yang dipergunakan sebagai dasar dari uang adalah emas, maka disebut standar emas. Sedangkan  jika logam yang dipergunakan adalah perak, maka disebut standar perak.   Negara yang pertama kali memakai standar emas adalah Inggris pada tahun 1816 sedangkan negara yang memakai standar perak paling lama adalah Cina sampai tahun 1935. Sebagian besar negara-negara di dunia mempergunakan standar emas sampai tahun 1936. Akibat timbulnya krisis ekonomi dunia pada tahun 1929, banyak  negara   melepaskan standar emasnya. Misalnya Inggris melepaskan standar emas pada tahun 1931, Perancis, Swiss dan Belanda pada tahun 1936 dan Amerika Serikat pada tahun 1971.
b.Standar Pincang
Standar pincang adalah suatu sistem peredaran  uang yang didasarkan pada satu jenis logam saja, tetapi dalam perekonomian beredar pula mata uang logam lain yang bukam mata uang standar. Misalnya logam emas sebagai mata uang standar, tetapi dalam perekonomian beredar pula mata uang perak sebagai alat pembayaran yang sah.
c.Standar Kembar (bimetalisme)
Standar kembar adalah suatu sistem peredaran uang  yang didasarkan pada dua jenis logam mata uang yaitu mata uang standar emas dan mata uang standar perak.  Besarnya perbandingan nilai mata uang emas dan mata uang perak ditentukan oleh pemerintah  dengan melalui undang-undang.  Misalnya undang-undang menetapkan perbandingan antara emas dan perak adalah 1 gram emas = 10 gram perak (10 : 1) Besarnya perbandingan nilai mata uang menurut undang-undang tersebut telah mengalami  perubahan-perubahan dalam perbandingan kedua mata uang, sehingga mata uang standar yang bernilai tinggi terdesak di dalam sistem peredarannya. Misalnya perbandingan menurut  undang-undang antara emas dan perak adalah 10 : 1. Sedangkan di pasaran bebas terjadi perubahan harga, sehingga perbandingan antara
emas dan perak menjadi 1 gram emas = 15 gram perak ( 15 : 1). Dengan adanya
perubahan harga tersebut, orang dapat mengambil untung dengan cara  melebur mata uang emas dan menukarnya dengan logam perak, karena dengan 1 gram emas dia akan memperoleh 15 gram perak. Perak yang diperoleh sebanyak 10 gram dibuat menjadi mata uang perak yang nilainya sama dengan 1 gram mata uang emas (perbandingan menurut undang-undang). Akibatnya mata uang emas akan  menghilang dari peredaran, karena banyak dilebur untuk ditukar dengan perak  sehingga uang yang beredar dalam perekonomian  hanya mata uang perak saja.





 Dengan melihat kenyataan tersebut, seorang ahli ekonomi keuangan Inggris bernama Gresham mengemukakan sebuah hukum yang disebut Hukum Gresham yang berbunyi “bad money always drives out good money” artinya dalam suatu sistem keuangan yang memakai standar kembar, seandainya perbandingan nilai emas dan perak menurut undang-undang berbeda dengan perbandingan sebenarnya di pasaran, maka logam yang rendah nilainya akan mendesak logam yang tinggi nilainya dari peredaran. Kemungkinan kerugian yang timbul dari perubahan perbandingan nilai menurut undang-undang itu akan dapat diatasi dengan syarat :
(1) banyak negara yang memakai sistem standar kembar;
(2) adanya kebebasan dalam lalu lintas logam antar negara. Apabila syarat ini dapat dipenuhi, maka jika terjadi perubahan perbandingan dalam suatu negara, negara-negara lain akan membeli logam yang menurun nilainya, sehingga nilai logam itu meningkat lagi. Oleh karena ada pembelian dari luar negeri itu, maka perbandingan nilai akan pulih kembali sesuai dengan  undang-undang. Perumusan ini merupakan sebuah hukum  yang  disebut Hukum Newton dikemuka-kan oleh Newton  bunyinya sebagai berikut “Seandainya nilai menurut undang-undang berbeda dengan nilai yang sebenarnya terjadi, maka permintaan terhadap logam yang ditaksir terlalu tinggi nilainya akan banyak sekali sehingga harganya akan meningkat kembali
2. Standar Kertas (Paper Standard)
Dewasa ini hampir semua negara menganut sistem standar kertas, termasuk juga Indonesia. Dalam sistem standar kertas  peredaran uang tidak lagi didasarkan pada salah satu logam. Mata uang kertas diterima sebagai alat pembayaran yang sah, terutama berdasarkan kepercayaan masyarakat terhadap badan yang mengeluarkannya (Bank Sentral/Bank Indonesia) dan dijamin dengan undang-undang. Uang kertas yang diedarkan oleh bank sentral ini tidak dapat ditukarkan dengan sejumlah logam yang ada pada bank walaupun dia tetap beredar sebagai alat pembayaran yang sah.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Standar Moneter
a.Kelebihah standar emas
1.Sangat mudah dalam melakukan konversi antara mata uang negara satu dengan mata uang negara yang lain.
2.Relatif stabilnya nilai tukar antara mata uang satu dengan yang lain (dan antara setiap mata uang dengan barang-barang yaitu tingkat harga-harga).
Kekurangan standar emas
1.Jumlah emas yang tersedia semakin tidak cukup untuk menunjang transaksi
perdagangan nasional maupun internasional yang semakin meningkat.
2.Krisis likuiditas, karena tidak cukupnya alat pembayaran untuk menyangga volume transaksi yang semakin besar.
Kelebihan standar kertas
1.Kertas relatif mudah diperoleh  dan murah  sebagai bahan untuk membuat uang kertas.
2.Uang kertas sebagai uang kepercayaan/alat pembayaran yang sah dan dijamin dengan undang-undang.
Kekurangan standar kertas
1.Tidak mempunyai nilai intrinsik (nilai intrinsiknya hampir nol)
2.Rentan terhadap pemalsuan uang, terutama uang kertas yang nilainya besar.

F.Uang dalam Pandangan Ekonomi Konvensional
Menurut Ekonomi Konvesial, uang memiliki fungsi :
 (1) alat tukar (medium of exchange) atau alat pembayaran. (means of payment);
(2) satuan nilai (unit of value)atau standar nilai, satuan hitung;
(3) alat penimbun kekayaan (store of value), artinya uang tersebut berada dalam proses waktu antara ketika uang tersebut di terima sampai di belanjakan. Dengan demikian dalam pandangan ini, uang di pandang sebagai sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu (time value of money) yang diwujudkan dalam tingkat bunga.
Sementara menurut Ekonomi Islam, fungsi uang adalah :
 (1) alat tukar (medium of exchange) atau media transaksi;
 (2) satuan nilai (unit of value) atau standar hitung, sehingga uang tersebut mempunyai daya beli;
(3) alat simpanan.
Islam membedakan antara uang (money) dan capital . Uang adalah flow concept (konsep mengalir), sementara capital adalah stock concept (konsep persediaan). Di sisi lain uang termasuk barang publik (money is public goods), sedangkan modal adalah barang pribadi (capital is provate goods). Uang yang ketika mengalir adalah public concept (flow concept), lalu mengendap dalam kepemilikan seseorang (stock konsep), uang tersebut menjadi milik pribadi (private goods). (Adiwarman A. Karim, 2007) 
Konsep-konsep di atas bisa diilustrasikan  sebagai berikut : Mobil (privategoods/capital) dan jalan tol (pulic goods/money). Mobil tersebut hanya bisa  menikmati jalan tol apabila digunakan di jalan tol. Artinya jika uang diinvestasikan dalam proses produksi, maka kita baru akan mendapatkan lebih banyak uang, jika didiamkan, tidak akan mendapatkan tambahan. Namun dalam ekonomi konvensional, uang dan capital bisa menjadi private goods, artinya mobil tersebut baik di parkir di rumah ataupun digunakan di jalan tol, tetap akan menikmati manfaat dari jalan tol tersebut. Jadi diinvestasikan atau tidak, mereka tetap  harus  mendapatkan lebih banyak uang. Atas dasar itulah, teori bunga (interest theory) dibangun para ekonom konvensional dan dipandang Adiwarman A. Karim sebagai sebuah keanehan. (baca :
kejanggalan).
         Dalam konsepsi ekonomi barat/konvensional dikenal dengan istilah ’time valie of money” (nilai waktu dari uang) yang bermakna bahwa satu rupiah hari ini, lebih berharga daripada satu rupiah pada waktu yang akan datang, sebab satu rupiah hari ini dapat diinvestasikan untuk mendapatkan keuntungan. Konsepsi ini mendasarkan diri pada dua hal yaitu 
1.Precence of Inflation
Apabila kita punya uang Rp 50.000 hari ini, dapat dibelikan beras sebanyak 10
kg. Dengan tingkat inflasi 10% per tahun, apabila kita membeli beras tahun depan dengan jumlah uang yang sama, maka kita hanya dapat membeli 9 kg beras. Oleh karena itu apabila kita meminjamkan uang Rp 50.000 dengan konsepsi ini, kita akan meminta konpensasi kepada yang berhutang untuk hilangnya daya beli uang akibat inflasi tersebut. Dalam Islam, konsepsi  ini tidak benar. Karena dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi, Mengapa keberagaan deflasi tidak diperhitungkan dalam konsep time value of money ?
 Bisa saja terjadi dalam contoh
sebelumnya, kita bisa membeli beras tahun depan sebelas kilo gram dengan uang Rp
50.000. Apakah kita akan memberikan kompensasi untuk naiknya daya beli uang akibat deflasi tersebut ?
2.Preference present consumption to future consumption
Konsumsi hari ini lebih disukai setiap orang daripada konsumsi tahun depan. Dengan asumsi tingkat inflasi nihil, maka kita dapat membeli beras dengan uang Rp 50.000 sebanyak sepuluh kilo gram hari ini maupun tahun depan. Namun mengkonsumsi sepuluh kilo gram beras hari ini lebih disuai dari pada mengkonsumsi sepuluh kilo gram beras tahun depan. Dengan dasar ini menurut ekonomi barat , meskipun tingkat inflasi nihil, seorang lebih menyukai Rp 50.000 hari ini dan mengkonsumsi hari ini. Sehingga untuk menunda konsumsi, ia  meminta kompensasi  karena uangnya dipinjamkan. Dalam Islam yang dikenal bukan time value of money, tetapi yang dikenal adalah economic value of time  (nilai ekonomis dari waktu). Jadi waktu memiliki nilai ekonomis jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh pendapatan.  Dan merupakan
kesalahan besar dalam konsep time value of money, karena konsep ini mengadopsi dari teori pertumbuhan penduduk. Teoi pertumbuhan penduduk menyatakan bahwa : Pt = Po (1 + r)  dimana Pt = jumlah penduduk tahun ke t; Po = jumlah penduduk tahun 0 : r = tingkat pertumbuhan penduduk; rumus ini diadopsi menjadi  FV = PV (1 + r)  dimana FV = future value (nilai uang dimasa depan); PV = present value (nilai uang sekarang); r = tingkat suku bunga. Hal ini merupakan kekeliruan besar karena menyamakan uang benda mati dengan mahluk hidup, sementara uang tidak bisa berkembang biak.   































Modul PLPG Ekonomi  SMA/MA  Rayon 10 Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia  2009 37
Daftar Pustaka 
Budiono. (1995). Ekonomi Moneter. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
(BPFE)

Fredric S. Miskin. (1998). Financial Markets, Institutions, and Money. Columbia:
Harper Collins Columbia University.

Glickman, Marshall. (2000). The Mindful Money Guide : Panduan Keuangan yang
bijak. Alih bahasa : Soesanto Boedidarmo. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Humas Bank Indonesia. Program Edukasi Bank Indonesia,. Majalah Kontan  No 23
Tahun VII, 10 Maret 2003 

Karim, Adiwarman A. (2007). Ekonomi Makro Islami.  Jakrta : PT. Raja Grafindo
Persada,

Luckett, Dudley G. (1983). Uang dan Perbankan,  Diterjemahkan : Paul C. Rosyadi,
Penerbit  Erlangga  Jakarta. 

Nopirin. (1996). Ekonomi Moneter Buku I dan II. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi (BPFE).

Rachbini, Didik J. (Eds). (2000). Bank Indonesia : Menuju Independensi Bank
Sentral. Jakarta: PT Mardi Mulyo 

Siamat, Dahlan. (2001). Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas  Indonesia

--------. (2008).  Sejarah Uang, Eramuslimdigest  Edisi Koleksi VIII

Laporan Tahunan Bank Indonesia  Tahun 2001, 2002, 2003, 2006  Jakarta :  BI.

Ringkasan Publikasi Statistik Impor  Tahun 2001, 2002, 2006, Jakarta : BPS.

www.bi.go.id








BAB IV
EKONOMI INTERNASIONAL
Ani Pinayani, Drs., M.M.
FPEB Universitas Pendidikan Indonesia
Email : ani_pinayani@yahoo.co.id  
Rudyard Kipling, sang penjelajah Timur dan Barat, penerima hadiah Nobel untuk Kesusastraan pada
tahun 1907 pernah mengatakan “East is East, West is West, the twins shall never meet”.
Andai kata saat ini ia masih hidup, ia akan melihat dunia telah dibelah secara lain berdasarkan 
hubungan ekonomi dan ketimpangannya. Dapat diperkirakan ia akanmengatakan pula
“North is North, South is South, the twins shall hardly meet”.
(Sri-Edi Swasono, Menari atas Kendang Orang Lain, Sinar Harapan, 23 September 1994)
A.Pendahuluan
Pada saat ini kita sedang menghadapi era globalisasi yang ditandai oleh adanya keterbukaan, ketergantungan dan persaingan yang semakin ketat, khususnya dalam bidang Ekonomi Internasional, yang menyebabkan studi tentang Ekonomi Internasional semakin penting untuk dipelajari dan dipahami. 
Ekonomi internasional diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari  dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan keuangan/moneter serta organisasi dan kerjasama ekonomi antar negara. Ruang lingkup studi ekonomi internasional meliputi : teori dan kebijakan perdagangan internasional, teori dan kebijakan keuangan dan moneter internasional, organisasi dan kerjasama ekonomi internasional, perusahaan multinasional dan bisnis internasional.

B.Teori Perdagangan Internasional
1.Teori Praklasik Merkantilisme
2.Teori Klasik :  Absolut Advantage dan  Comparative    Advantage
3.Teori Modern : The Proportional Factor Theory, Paradox Leontif, Teori
Opportunity Cost,  Offer Curve/Reciprocal  Demand (OC/RD), Analisis Manfaat
Perdagangan Internasional. 
4.Current Theory of International Trade: International product life cycle,
competitive advantage of nation dari Michael Porter, Hypercompetitive dari
Richard D’Aveni, competitive liberalization.


C.  Perkembangan Sistem Moneter Internasional.
Sistem moneter internasional (SMI)  terutama menunjuk kepada seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang menentukan tingkat
dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang lain (Shapiro, 1992).   Sistem moneter internasional sering diibartakan jaringan lampu lalu lintas, dimana setiap pelaku menganggapnya tidak ada masalah kecuali bila lampu tersebut rusak atau mati. Oleh karena itu banyak yang berpendapat bahwa sistem moneter internasional ini erat kaitannya dengan konsep konvertibilitas mata uang (Currency Convertibility) Dalam sejarah perkembangan sistem  moneter internasional, masyarakat internasional telah menggunakan beberapa standar moneter internasional yang berbeda-beda sesuai dengan berjalannya waktu dan perkembangan ekonomi dunia. 
1.Periode sebelum Perang Dunia I 
Pada periode ini standar moneter yang diterima oleh mayoritas negara-negara adalah suatu barang yang disebut emas. Pada periode ini negara-negara utama di dunia menggunakan standar emas  juga untuk transaksi-transaksi dalam negeri.  Oleh karena itu konversi mata uang negara lain sangatlah mudah, dan nilai tukar antara mata uang satu dengan mata uang yang lain dan antara setiapmata uang denga barang-barang yaitu tingkat harga menunjukkan kestabilan.
2.Periode setelah Perang Dunia I
Pada periode ini, emas mulai ditinggalkan sebagai satu-satunya standar moneter. Alasan utama ditinggalkannya emas sebagai standar moneter dunia bukan karena orang-orang dan negara-negara tidak percaya pada nilai emas, tetapi karena jumlah emas yang tersedia semakin tidak cukup untuk menunjang transaksi-transaksi nasional maupun internasional yang semakin meningkat akibat dari pertumbuhan perekonomian dan perdagangan dunia.
3.Periode setelah Perang Dunia II
Perdagangan luar negeri antar bangsa-bangsa semakin membesar dan emas yang telah dibebaskan dari peranannya sebagai standar moneter dalam negeri itupun ternyata tidak cukup persediaannya untuk menyangga volume transaksi perdagangan dunia. Krisis likuiditas dunia muncul kembali  dan  negara-negara  di dunia mulai mencari alternatif. Setelah pecah Perang Dunia II sampai awal tahun 1960-an mata uang dollar Amerika merupakan standar moneter internasional. Nilainya yang stabil dan peranan yang dominan dari Amerika Serikat di dalam perekonomian dunia telah membuat dollar sebagai mata uang yang paling konvertibel dan di mana-mana diterima sebagai alat penyelesaian transaksi internasional, disamping emas. Meskipun emas dan dollar sudah dijadikan standar moneter internasional, ternyata dunia masih kekurangan alat likuid untuk menyangga transaksi-transaksi antar negara, terutama sekali setelah berakhirnya Perang Dunia II perekonomian dan perdagangan dunia kembali mengalami kemajuan yang pesat. Kelangkaan dollar adalah masalah moneter internasional pada waktu itu.        
4.Periode 1960 - 1965
Mulai awal tahun 1960, terutama setelah perang Vietnam makin menghebat pada tahun 1965, keadaan berbalik dari kekurangan dollar menjadi kelebihan dollar. Penyebabnya adalah membengkaknya defisit neraca pembayaran Amerika Serikat untuk membiayai Perang Vietnam dan larinya modal ke luar negeri serta laju inflasi yang tinggi di negara tersebut.

Membesarnya defisit neraca pembayaran AS telah mengakibatkan semakin melimpahnya uang dollar yang beredar di luar AS dan setelah tahun 1965 jumlah dollar As menjadi terlalu banyak. Inflasi yang tinggi di dalam negeri AS telah mengakibatkan makin parahnya defisit neraca pembayaran dan sekaligus menurunkan kepercayaan orang luar terhadap dollar. Orang mulai enggan memegang dollar dan posisinya sebagai standar moneter internasional terus melemah. Sekali lagi orang beramai-ramai berusaha untuk memegang emas yang ternyata mampu memempertahankan nilainya di segala jaman. Mata uang-mata uang   lain yang bisa mempertahankan nilainya seperti Yen Jepang, Deutschmark Jerman atau sekarang Euro (standar mata uang gabungan negara-negara Eropa) tidak bisa menggantikan peranan dollar sebagai mata uang dunia karena mata uang-mata uang ini tidak cukup dominan. Volume mata uang ini tidak mencukupi untuk menyangga volume transaksi perdagangan dunia. Beberapa alternatif yang disarankan sebagai standar moneter pengganti dollar AS adalah Menaikkan Harga Emas; Standar Barang (non emas) dan Special Drawing Right (SDR).  SDR adalah semacam uang giral internasional yang didukung penuh dengan dana cadangan (reserve) dan emas IMF. Oleh karena itu sering dijuluki emas kertas (paper gold) karena bisa menggantikan semua fungsi emas sebagai standar moneter internasional. Meskipun begitu SDR tidak ada hubungan yang langsung dengan persediaan maupun harga emas. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa bentuk awal sistem moneter internasional menggunakan emas sebagai dasar pertukaran antar mata uang. Kejadian inetrnasional seperti perang dunia I, defisit neraca pembayaran di Inggris dan Eropa, dan Perang Dunia II serta munculnya AS sebagai negara kreditur terbesar di dunia, telah mendorong perkembangan standar pertukaran emas  di bawah sistem Bretton Woods. Bersamaan dengan itu, IMF diberi tugas untuk mengatur dan menerapkan persetujuan Bretton Woods dengan menyediakan bantuan keuangan bagi negara yang mengalami masalah neraca pembayaran. Sistem Brettom Woods runtuh akibat adanya dilema Triffin. Dolar AS tidak dapat dipertahankan sebagai komponen kunci persetujuan Bretton Woods dan pensuplai  likuiditas yang diperlukan sistem moneter internasional karena defisit neravca pembayaran AS membengkak dan krisis kepercayaan terhadap dolar sebagai mata uang cadangan. Dua upaya kembali ke sistem Brettom Woods yang gagal pada tahun 1971 dan 1974, serta tiadanya kewajiban menukarkan dolar AS dengan emas telah menghasilkan perkembangan sistem moneter internasional  modern yaitu era sistem kurs mengambang. Berbagai sistem kurs juga berkembang seperti  Fixed exchange rate, Floating exchange rate dan Pegged exchange rate system.

D.  Bursa valas dan Faktor-faktor yang mempengaruhi  kurs valas
1.Pengertian valas (Foreign Currency/Foreign Exchange)
2.Mekanisme  bursa valas
3.Spot rate dan Spot Market
4.Forward rate dan forward market
5.Hedging dan  forex exposure
6.Currency futures market
7.Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs valas
Faktor fundamental, faktor teknis, psikologis dan   faktor spekulasi
E. Neraca Pembayaran
Pada saat ini kita sedang menghadapi era globalisasi yang ditandai oleh adanyaketerbukaan, ketergantungan dan persaingan yang semakin ketat, khususnya dalam bidang Ekonomi Internasional, yang menyebabkan studi tentang Ekonomi Internasional semakin penting untuk dipelajari dan dipahami. 
Indonesia akan menghadapi perkembangan ekonomi, keuangan dan perdagangan internasional yang pesat dan kompleks, baik pada tingkat regional
maupun internasional. Salah satu bagian pembahasan  yang berhubungan dengan masalah keuangan internasional  yaitu  Neraca Pembayaran Internasional (Balance of Payment) dan mengidentifikasi bagaimana dampak neraca pembayaran defisit, surplus dan seimbang terhadap perekonomian suatu negara.
1.Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran suatu negara adalah catatan yang sistematik tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk negara itu dengan penduduknegara lain. (Nopirin, 1996). Sedangkan menurut Balance of Payment Manual (BPM) yang diterbitkan IMF (1993) neraca pembayaran internasional (Balance of Payment) adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan barang/jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world)  untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun.  Berdasarkan pengertian tersebut di atas, terdapat dua hal yang perlu mendapat penjelasan yaitu tentang pengertian penduduk dan transaksi ekonomi dalam suatu neraca pembayaran internasional. Pengertian penduduk di dalam suatu neraca pembayaran internasional meliputi orang perorangan/individu, badan hukum dan pemerintah. Orang perorangan yang tidak mewakili pemerintah suatu negara misalnya turis asing dianggap sebagai penduduk dimana mereka mempunyai tempat tinggal \tetap atau tempat di mereka memperoleh “center of interest”. Dalam menentukan  center of interest dapat dipakai sebagai ukuran adalah dimana mereka memperoleh penghasilan tetap atau dimana mereka bekerja. Suatu badan hukum dianggap sebagai penduduk dari negara di mana badan hukum tersebut memperoleh status sebagai badan hukum. Cabang-cabangnya yang ada di luar negeri dianggap sebagai penduduk luar negeri. Sedangkan Badan-badan pemerintah adalah sebagai penduduk dari negara yang diwakilinya. Contohnya, para diplomat kedutaan besar dianggap sebagai penduduk dari negara yang mereka wakili. Transaksi yang mereka lakukan di negara lain merupakan transaksi ekonomi internasional.
         Transaksi ekonomi yang termasuk dalam neraca pembayaran internasional adalah transaksi ekonomi internasional saja. Sedangkan transaksi lainnya seperti bantuan militer atau bantuan lain dari luar negeri tidak termasuk didalamnya. Neraca pembayaran internasional (Balance of Payment) merupakan  suatu catatan sistematis  yang disusun berdasarkan suatu sistem akuntansi yang dikenal sebagai “double-entry book-keeping”, sehingga setiap transaksi internasional yang terjadi akan tercatat dua kali yaitu sebagai transaksi debet dan transaksi kredit. Transaksi debet adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain.


Contohnya, Indonesia mengimpor barang-barang elektronik dari Jepang, transaksi ini dicatat dalam neraca pembayaran sebagai transaksi debet karena Indonesia sekarang mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada Jepang.  Sedangkan Transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak untuk menerima pembayaran dari penduduk negara lain. Contohnya, Indonesia Mengekspor Minyak Bumidan Gas LPG ke Korea Selatan,  transaksi ini dicatat dalam neraca pembayaran sebagai transaksi kredit  karena Indonesia sekarang mempunyai hak untuk menerima pembayaran dari  Korea Selatan.  Perbedaan lain dari transaksi ekonomi adalah transaksi  berjalan (current account) dan transaksi kapital (capital account). Transaksi berjalan adalah transaksi yang meliputi barang-barang dan jasa, sedangkan transaksi kapital adalah transaksi yang menyangkut investasi modal dan emas. Hadiah (gift), bantuan (aid) dan transaksi satu arah yang lain (unilateral transfer) dapat digolongkan ke dalam transaksi yang sedang berjalan atau sebagai transaksi tersendiri yaitu transaksi  satu arah.
         Tujuan neraca pembayaran adalah untuk memberikan informasi kepada pemerintah tentang posisi keuangan dalam hubungan ekonomi dengan negara lain serta membantu di dalam pengambilan kebijakan moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional.

NERACA PEMBAYARAN
Laporan keuangan berbagai transaksi ekonomi yang  dilakukan suatu negara dengan negara lain;
TRANSAKSI BARANG
Ekspor (X) dan Impor (M) Barang
TRANSAKSI JASA
Ekspor (X) dan Impor (M) Jasa
HIBAH
Swasta dan Pemerintah (B)
LALU LINTAS MODAL
Aliran Modal Masuk  (Capital Impor /CM) dan  Aliran Modal Keluar (Capital Export /CX) 
Swasta dan Pemerintah 
NERACA PERDAGANGAN (NP)
 Surplus (+) : X > MDefisit (-) : X < M
NERACA JASA
(NJ) Surplus (+) : X > M Defisit (-) : X < M
NERACA BARANG DAN JASA  (A)
Surplus (+) :
Jika surplus NP > defisit NJ atau
NP dan NJ surplus
Defisit (-) : 
Jika surplus NP < defisit NJ,
defisit NP > surplus NJ atau NP dan NJ defisit 
TRANSAKSI BERJALAN (C)
(C) = (A) + (B)
Surplus (+)
Defisit (-)
NERACA
MODAL (D)
Surplus :  CM > CX
Defisit : CM < CX


SELISIH PERHITUNGAN (E)
LALU LINTAS MONETER = (C) + (D) + (E) = POSISI NERACA PEMBAYARAN SURPLUS DIBERI TANDA (-); DEFISIT DIBERI TANDA (+)
Neraca Pembayaran surplus : cadangan devisa naik (bertambah)
Neraca pembayaran defisit : cadangan devisa turun (berkurang)
2.Komponen-komponen Neraca Pembayaran
Komponen neraca pembayaran suatu negara terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa, neraca transaksi berjalan, neraca modal dan neraca lalu lintas moneter.
         Berdasarkan Balance of Payment Manual (IMF,1993) dan Balance of Payment Textbook (IMF, 1996)  komponen standar neraca pembayaran terdiri dari : Current account (neraca transaksi berjalan) meliputi  Goods (barang) and Services/Jasa (transfortation and travel),  Income (pendapatan) dan Current transfer  serta  capital and financial account yang meliputi : Capital account dan Financial account.  Dengan standar yang ditetapkan oleh IMF tersebut, setiap negara menyusun neraca pembayarannya masing-masing dengan berbagai variasi, tetapi dengan prinsip dasar yang sama yaitu “double-entry book-keeping”, sehingga neraca pembayaran secara total akan selalu seimbang (balance) atau overall balance akan sama dengan nol.
a.Neraca Transaksi Berjalan (Current account)
Transaksi ini meliputi ekspor maupun impor barang-barang dan jasa. Ekspor barang
meliputi barang-barang yang bisa dilihat secara fisik, contohnya : minyak, gas LPG, produk hasil industri/pabrik, kerajinan tangan, tekstil dan produk tekstil. Sedangkan ekspor jasa, contohnya : penjualan jasa-jasa transportasi, tourisme atau travel dan asuransi. Dalam transaksi jasa ini termasuk juga pendapatan dari investasi modal di luar negeri. 
Ekspor barang dan jasa merupakan transaksi kredit sebab transaksi ini menimbulkan hak untuk menerima pembayaran (menyebabkan terjadinya aliran dana masuk). Impor barang-barang contohnya : bahan baku  untuk industri, barang modal seperti mesin untuk industri,  dan barang-barang konsumsi,  sedangkan impor jasa meliputi pembelian jasa-jasa dari penduduk negara lain. Termasuk dalam impor jasa adalah pembayaran pendapatan (bunga, deviden atau keuntungan) untuk modal yang ditanam didalam negeri oleh penduduk negara lain. Impor barang-barang dan jasa merupakan transaksi debet sebab transaksi ini menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain (menyebabkan aliran dana ke luar negeri).
Komponen neraca pembayaran secara garis besar dapat digambarkan dalam
skema sebagai berikut :
X    =   Ekspor Barang
M    =   Impor Barang
+ / - =  Surplus (+)  atau Defisit (-)
 pada Neraca Perdagangan Luar Negeri                                          Rekening
S     =   Jasa, diterima dari atau                  Transaksi Berjalan
dibayar kepada  Luar Negeri                               (selama tiap tahun) (angkutan, asuransi, oktroi/lisensi, laba,              dalam   Bunga hutang Luar Negeri, dsbnya)   
Neraca Pembayaran  Luar Negeri + / - =   Surplus (+) atau Defisit (-) pada Rekening Transaksi Berjalan  dalam Neraca Pembayaran Luar Negeri  + Modal masuk dari Luar Negeri  (Capital Inflow) (+)  atau             Modal  ke Luar Negeri 






(Capital Outflow) (-) terdiri atas :                   Rekening Lalu Lintas
§Bantuan “Grants” (Cuma-Cuma)    Modal
§Pinjaman Luar Negeri : Pemerintah, swasta
§Investasi Modal Swasta dari Luar Negeri   atau di Luar Negeri
§Dana “panas” yang masuk keluar  secara spekulatif 
Neraca Pembayaran Luar Negeri = Lalu Lintas Moneter (Overall Balance)
           (Rekening Transaksi Berjalan + Rekening Lalu LintaModal)

Transaksi berjalan mempunyai arti khusus. Surplus transaksi yang sedang berjalan menunjukkan bahwa ekspor lebih besar dari impor. Ini berarti bahwa suatu negara mengalami penambahan  kekayaan dalam bentuk  valuta asing, sehingga mempunyai saldo positif dalam investasi luar negeri. Sebaliknya defisit dalam transaksi berjalan berarti impor lebih besar dari ekspor, sehingga terjadi pengurangan investasi di luar negeri.  Dengan demikian transaksi berjalan sangat erat hubungannya dengan pendapatan nasional, sebab ekspor dan impor merupakan komponen dari pendapatan nasional. Hal ini dapat dilihat dari persamaan pendapatan nasional   Y = C + I + G + X M,  di mana  Y  adalah pendapatan nasional, C adalah konsumsi, I adalah pengeluaran investasi (swasta), G adalah pengeluaran pemerintah, dan (X - M) adalah neraca perdagangan (netto).  Jika  (X - M) positif berarti (C + I + G) < Y,  implikasinya bahwa suatu negara menghasilkan lebih banyak dari yang digunakan sehingga kelebihannya dijual ke luar negeri. Sebaliknya jika (X – M) negatif berarti negara itu pengeluarannya lebih besar daripada yang dihasilkan. Dengan demikian jelas bahwa suatu negara akan bisa memperbaiki neraca perdagangannya apabila dapat meningkatkan pendapatan  nasional lebih besar dari pengeluarannya.
b.Neraca Perdagangan (Balance of trade)
Dalam neraca ini dicatat seluruh transaksi ekspor dan impor barang dengan
ketentuan sebagai berikut : 
1) Ekspor barang dicatat sebagai transaksi kredit atau positif.
2) Impor barang dicatat sebagai transaksi debet atau negatif.
c.Neraca Jasa (Service account)
Transaksi  yang termasuk neraca jasa adalah seluruh transaksi ekspor dan
impor jasa yang meliputi :  pembayaran bunga, biaya transportasi, biaya asuransi, jasa TKI/TKW, fee/royalty teknologi dan tour and travel. Neraca jasa Indonesia selalu tercatat dalam posisi negatif atau debet karena transaksi impor lebih besar dari transaksi ekspor, khususnya untuk pembayaran bunga, biaya transportasi, biaya asuransi dan biaya royalty. Transaksi jasa yang positif adalah jasa turis/pariwisata, karena lebih banyak turis  asing yang datang ke Indonesia daripada turis Indonesia yang pergi ke luar negeri. Posisi negatif atau defisit dari neraca jasa juga mencerminkan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai penghasil jasa, walaupun secara kuantitas lebih banyak TKI/TKW  Indonesia yang bekerja di luar negeri, tetapi dengan penghasilan yang rendah dibandingkan dengan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia dengan bayaran yang lebih tinggi.
d.Neraca Modal (Capital account)
Neraca  modal  terdiri dari ekspor dan impor modal, baik untuk jangka
panjang maupun jangka pendek. Transaksi modal jangka pendek meliputi :



1)Kredit untuk perdagangan dari negara lain (transaksi kredit) atau kredit perdagangan yang diberikan kepeda penduduk negara lain (transaksi debet)
2)Deposito bank di luar negeri (transaksi debet) atau deposito bank di dalam negeri milik penduduk negara lain (transaksi kredit)
3)Pembelian surat berharga luar negeri jangka pendek (transaksi debet) atau penjualan surat berharga dalam negeri jangka pendek kepada penduduk negara
lain (transasksi kredit).
Sedangkan yang termasuk transaksi modal jangka panjang meliputi :
1)Investasi langsung di luar negeri (transaksi debet)  atau investasi asing di dalam negeri (transaksi kredit)
2)Pembelian surat-surat berharga jangka panjang milik penduduk negara lain
(transaksi debet) atau pembelian surat-surat berharga jangka panjang dalam negeri oleh penduduk asing (transaksi kredit)
3)Pinjaman jangka panjang yang diberikan kepada penduduk negara lain (transaksi debet) atau pinjaman jangka panjang yang diterima dari penduduk negara lain (transaksi kredit)
e. Neraca transaksi satu arah (Unilateral account) 
Transaksi satu arah  adalah transaksi yang tidak menimbulkan kewajiban untuk membayar kembali, misalnya bantuan sosial (grant) yang diterima atau diberikan dari/ke luar negeri, hadiah (gifts). Apabila suatu negara memberikan hadiah atau bantuan kepada negara lain, maka ini merupakan transaksi debit. Sebaliknya, apabila suatu negara menerima bantuan atau hadiah dari negara lain merupakan transaksi kredit.
f.  Selisih perhitungan (Error and omission)
Error dan omission  adalah selisih yang belum dapat dipehitungkan yang diperoleh dari penjumlahan perubahan cadangan devisa dan saldo devisa yang
terdapat pada neraca lalu lintas moneter yang dicatat oleh Bank Sentral. Error  adalah selisih yang terjadi karena adanya kesalahan pencatatan atau kesalahan perhitungan, sedangkan  omission  adalah selisih yang terjadi karena adanya perdagangan atau transaksi penyelundupan atau perdagangan narkoba yang pasti tidak tercatat. Rekening ini merupakan rekening penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak persis sama dengan nilai transaksi-transaksi debet. Dengan adanya rekening selisih perhitungan ini maka jumlah total nilai sebelah kredit dan debet dari suatu neraca pembayaran internasional akan selalu sama (balance).
g.  Neraca Lalu Lintas Moneter (Monetary account)
 Neraca Lalu Lintas Moneter (Monetary account) merupakan saldo devisa yang
dicatat berdasarkan transaksi arus devisa yang masuk dan keluar dari suatu negara. Karena neraca pembayaran secara keseluruhan harus dalam posisi seimbang (balance)  atau dengan kata lain overall balance = 0, maka pencatatan posisi saldo pada lalu lintas moneter ini mempunyai tanda yang berlawanan dengan posisi saldo perubahan cadangan devisa yaitu 
1)Apabila posisi saldo perubahan cadangan devisa mempunyai tanda positif(+), maka posisi saldo lalu lintas moneter mempunyai tanda negatif (-). Sebaliknya, \bila posisi saldo perubahan cadangan devisa  mempunyai tanda negatif (-), maka posisi saldo lalu lintas moneter mempunyai tanda positif (+).
2)Tanda negatif (-)  berarti surplus dan tanda positif (+) berarti defisit. Berdasarkan standar penyusunan neraca pembayaran dalam Balance of Payment Manual dan Balance of Payment Textbook yang ditetapkan.

3.Neraca Pembayaran Defisit, Surplus dan Seimbang 
Suatu neraca pembayaran dikatakan tidak seimbang apabila transaksi autonomous debit tidak sama dengan transaksi autonomous kredit.   Sedangkan nerca pembayaran surplus terjadi apabila transaksi autonomous kredit lebih besar daripada transaksi autonomous debet atau CAT > DAT. Yang dimaksud dengan transaksi “autonomous” adalah  transaksi yang timbul dengan sendirinya, bukan sebagai akibat dari adanya transaksi lain.  Transaksi autonomous terdiri dari transaksi-transaksi sedang berjalan, transaksi modal  serta transaksi satu arah. Perbedaan antara transaksi autonomous debet dengan kredit diseimbangkan dengan transaksi lalu lintas moneter.
Transaksi ini timbul diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara transaksi autonomous debet dan kredit.
         Perubahan cadangan devisa atau saldo devisa (dR) / change of forex reserve tahun tersebut (bagian E pada tabel 2.1 atau bagian V pada tabel 2.2) pada dasarnya sudah menunjukkan posisi keuangan internasional suatu negara berdasarkan transaksi yang tercatat pada neraca transaksi berjalan dan neraca modal.  Apabila saldo cadangan devisa menunjukkan angka positif (dR > 0), maka posisi neraca pembayaran dalam keadaan surplus sebaliknya bila menunjukkan angka negatif (dR < 0), maka posisi neraca pembayaran dalam keadaan defisit. Secara skematis posisi neraca pembayaran suatu negara dapat diringkas sebagai berikut :
Keterangan :
Neraca Pembayaran Seimbang 
Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
a.dR = 0
b.Pos-pos dalam neraca pembayaran dapat bertahan cukup lama, tanpa campur
tangan pemerintah, yang dilakukan melalui kebijakan berupa keputusan
pemerintah  yang dapat mempengaruhi arus transaksi ekonomi dan keuangan
internasional.
Posisi Neraca Pembayaran
dR = N.Transaksi Berjalan + Neraca Modal   > 0 atau <  0
dR = 0
neraca pembayaran seimbang
dR 0
neraca pembayaran tidak seimbang
dR < 0
neraca pembayaran Defisit
 dR > 0
neraca pembayaran
Surplus
Neraca Pembayaran Tidak Seimbang
Neraca pembayaran dikatakan tidak seimbang apabila terjadi hal-hal sebagai berikut 
a.dR 0
dR < 0   neraca pembayaran defisit
dR > 0   neraca pembayaran surplus
b.CAT DAT
CAT < DAT  neraca pembayaran defisit
CAT > DAT  neraca pembayaran surplus 
Dampak dari defisit/surplus neraca pembayaran akan menurunkan/menaikkan
posisi cadangan devisa suatu negara. Apabila suatu negara mengalami defisit pada neraca pembayarannya, maka jumlah cadangan   devisa negara tersebut akan menurun  dan mengurangi devisa untuk membayar kebutuhan impor dan utang luar negeri. 
         Sedangkan bila surplus, maka jumlah cadangan   devisa negara tersebut akan meningkat   dan menambah jumlah devisa untuk membayar kebutuhan impor dan utang luar negeri. Pada tahun 2001 (lihat tabel 4.1) neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan mengalami defisit sebesar $ 1,4 miliar, sehingga posisi cadangan devisa pada akhir tahun 2001  menurun dari $ 29,4 miliar pada tahun 2000 menjadi $ 28,0 miliar. Besarnya cadangan devisa tersebut dapat digunakan untuk membayar kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri selama kurang lebih  6,1 bulan Sedangkan pada tahun 2003 (lihat tabel 4.2) neraca pembayaran Indonesia memperoleh surplus sebesar $ 4.2 miliar, sehingga  posisi cadangan devisa resmi pada akhir tahun 2003  meningkat dari $ 32.03 miliar pada tahun 2002 menjadi $ 36.2 miliar. Cadangan devisa tersebut dapat digunakan untuk membayar kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama kurang lebih 7.1 bulan.  
 Penyempurnaan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 
Sejak Maret 2006 telah dilakukan penyempurnaan dalam penyusunan statistik
NPI yang didasarkan pada standar internasional (BOP Manual IMF 2004).
Penyempurnaan mencakup antara lain :
1.Perluasan cakupan (coverage) data baru
2.Reklasifikasi pencatatan data yang ada. 
Penyempurnaan Statistik NPI dalam Transaksi Berjalan

 Format Lama (NPI saat ini) Format Lama (Penyempurnaan NPI)
Cakupan Data Belum memasukkan
penerimaan
§Income atas aset Direct
Invesment Abroad, meliputi
income profit transfer dan
income on debt
§Income atas asset portofolio
Invesment yaitu income on
equity dan debt
Ditambah data baru penerimaan
§Income atas aset Direct
Invesment Abroad, meliputi
income profit transfer dan
income on debt
§Income atas asset portofolio
Invesment yaitu income on
equity dan debt
Reklasifikasi Data
§Ekspor dan impor non
migas terdiri dari :
1.General Merchandise
2.Non Monetery Gold


§Hibah yang dicatat pada 
current transfer belum
memisahkan antara  hibah
untuk tujuan investasi dan
non investasi
§Ekspor dan impor non migas
terdiri dari :
1. General Merchandise
2. Goods for Processing
3. Goods procured in ports by  carriers
4. Repairs on Goods
5. Non Monetery Gold
§Hibah non investasi dikategorikan ke dalam current transfer (masuk dalam current account)
§Hibah investasi dalam bentuk in cash dan in kind (yang termasuk non financial assets) dikategorikan ke dalam Capital Account .Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, 2006




A.Belum memasukkan data asset
 B.Belum memasukkan Direct Invesment  sector ,igas
C.Belum memasukkan Currency and Deposit sisi liabilities
 A.Ditambah data baru asset :
§Direct Invesment Abroad : equity and other capital
§PortofolioInvesment : equity dan debt securities
 B.Direct Invesment mencakup sector non migas dan migas 
 C.Ditambah data baru Currency and Deposit sisi liabilities
Reklasifikasi Data§Data “paid in capital”
(tambahan setoran modal
bank campuran oleh pihak
asing) termasuk other
income
§Obligasi pemerintah valas
termasuk other investment
§Loan perusahaan BUMN termasuk sector public

§Utang perusahaan swasta (penarikan dan pembayaran) mencakup “loan agreement
§Data “paid in capital” dihapus dari other income dan dimasukkan dalam Direct Invesment in Indonesia (quity)
Obligasi pemerintah dihapus dari other investment dan dimasukkan dalam PortofolioInvesment (debt securities) mengingat jenisnya berupa surat berharga
§Loan perusahaan BUMN dipindahkan ke sector swasta
§Loan agreement  perusahaan swasta dirinci menjadi “loan” dan “Trade Credit


Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter BI. (2006). Penyempurnaan Neraca
Pembayaran Indonesia. Tidak Dipublikasikan.  

Hady, Hamdy. (2001). Ekonomi Internasional. Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional  Buku 1. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.

Hady, Hamdy. (2001) . Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Keuangan 
Internasional  Buku 2. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.

Halwani, R. Hendra. (2001). Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi 
Jakarta :  Penerbit Ghalia Indonesia.

Krugman, Paul R. Maurice Obstfeld. (1998).  International Economics : Theory and
Policy.   HarperCollins Publisher.

Nopirin. (1996). Ekonomi Internasional. Edisi 3, Yogyakarta : Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi.

Shapiro, Alan C. (1992). Multinational Financial management. 4th edition. Boston :
Allyn and Bacon.