BAB III
EKONOMI
MONETER
Ani Pinayani, Drs., M.M.
FPEB Universitas Pendidikan Indonesia
Email : ani_pinayani@yahoo.co.id
Property of Dwityapoetra S. Besar4
SistemPerekonomian
Fiskal
SektorRiil
Moneter
PerekonomianInternasional
SistemPerekonomian
SistemKeuangan
Sistem
Perbankan
Uang membuat dunia berputar
A.Pendahuluan
Dewasa ini ekonomi moneter menjadi
suatu cabang yang penting dalam ilmu
ekonomi sebab uang memegang peranan
yang penting dalam lapangan hidup manusia misalnya dalam perdagangan
internasional, harga uang antar negara/kurs dan kestabilan harga uang. Uang
merupakan alat yang penting dalam kehidupan ekonomi. Teori umum yang khusus
mempelajari uang/teori moneter disebut ekonomi moneter.
Dalam
ekonomi moneter dipelajari sifat, fungsi serta pengaruh uang terhadap kegiatan
ekonomi misalnya tingkat employment (N),
harga/inflasi (P), Output (O) serta hubungan ekonomi internasional. Oleh karena
itu ekonomi moneter mencakup
beberapa hal antara lain :
a.peranan dan fungsi uang dalam
perekonomian
b.sistem moneter serta pengaruhnya
terhadap uang dan kredit
c.struktur dan fungsi Bank Sentral
d.pengaruh uang dan kredit terhadap
kegiatan ekonomi
e.moneter Internasional
Tujuan mempelajari ekonomi
moneter adalah untuk mengetahui
mekanisme
penciptaan uang, tingkat bunga, pasar
uang, sistem dan kebijakan moneter serta
neraca pembayaran internasional serta
menganalisis beberapa fenomena moneter dalam hubungannya dengan pengaruh
kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi. Pengertian yang paling singkat
dari teori moneter adalah teori mengenai bekerjanya pasar uang.
Pada prinsipnya pelaku pasar uang terdiri dari
dua kelompok yaitu kelompok yang menawarkan/kelebihan dana (kreditur) dan
kelompok yang
mencari/kekurangan dana (debitur).
Kemudian berdasarkan peranannya dalam
menciptakan uang beredar, pelaku pasar
uang terdiri dari : Otorita Moneter (Bank Sentral dan Pemerintah), Lembaga
Keuangan (Bank dan Bukan Bank) dan Masyarakat (Rumah Tangga dan Perusahaan).
Peran
utama otorita moneter adalah sebagai sumber awal dari
terciptanya uang beredar dan merupakan
sumber penawaran uang kartal ( C ) untuk memenuhi permintaan uang dari masyarakat dan sumber
pen awaran uang yang dibutuhkan oleh lembaga-lembaga keuangan (Cadangan
Bank/Bank Reserve). Uang kartal dan cadangan bank (R) merupakan sumber bagi terciptanya uang beredar, C dan R
disebut uang inti/uang primer. Lembaga keuangan (Bank dan Bukan Bank) berperan sebagai sumber penawaran uang
giral (Demand Deposits/DD), Deposito Berjangka (Time
Deposits/TD), Tabungan (Saving
Deposits/SD) dan aktiva-aktiva keuangan lain yang
diminta oleh masyarakat. Masyarakat (Rumah Tangga dan Perusahaan) adalah konsumen akhir dari uang
yang tercipta, yang mereka gunakan utuk memperlancar kegiatan-kegiatan
produksi, konsumsi dan pertukaran mereka.
Uang
beredar (C, DD, TD, SD. dll) tercipta melalui proses pasar yaitu melalui
interaksi antara permintaan dan penawaran uang. Oleh karena itu uang
beredar dapat bertambah atau berkurang tergantung hasil tarik menarik antara
permintaan dan penawaran uang yang tercermin pada perilaku para pelaku utama
pasar uang tersebut.
B.Sejarah dan Fumgsi Uang
1. Sejarah Uang
Ensiklopedia bebas Wikipedia menulis
tentang sejarah uang dengan kalimat :
” ... pada mulanya masyarakat belum
mengenal pertukaran karena setiap orang
berusaha memenuhi kebutuhannya dengan
usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari
bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri,
singkatnya apa yang diperoleh itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Selanjutnya manusia dihadapkan pada kenyataan bahwa apa yang
diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk
memperoleh barang yang tidak bisa dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang
mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya.
Akibatnya
munculah sistem barter , yaitu barang yang ditukar dengan barang. Tetapi
akhirnya banyak kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini.
Diantaranya kesulitan untuk menemukan
orang yang mempunyai barang yang
diinginkan, dan juga mau menukarkan
barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat
dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau
hampir sama nilainya. Untuk mengatsi kesulitan tersebut mulailah timbul pikiran
untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat
pertukaran itu adalah benda - benda yang diterima oleh umum (generally
acepted), benda-benda yang dipilih berniali tinggi (sukar
diperoleh atau memiliki nikai magis dan mistik), atau benda-benda yang
merupakan kebutuhan primer sehari-hari, misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun
sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat
samapai sekarang , orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa latin salarium yang berarti garam. Barng yang dianggap indah dan bernilai seperti kerang,
pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelummanusia menemukan uang logam.
Meskipun alat tukar sudah ada,
kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Karena
benda yang dijadikan alat tukar belum
mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang (storage), penyimpanan dan
pengangkutan (transfortation) menjadi sulit dilakukan serta timbul kesulitan
lain akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut. Ketika itu manusia
berpikir keras untuk bisa menemukan suatu benda yang memenuhi syarat untuk
dijadikan uang. Timbulah apa yang dinamakan uang logam yang terbuat dari emas dan perak. Logam
tersebut dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga
digemari umum, tahan lama, dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa
mengurangi nilai dan mudah dipindah-pindahkan. Uang logam emas dan perak juga
dosebut sebagai uang penuh (full bodied money) yang memiliki arti sebagai uang yang memiliki nilai
sesungguhnya atau nilai intrinsik (nilai bahan) dimana nilai bahan pembuat uang
sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang
tersebut).Pada saat itu setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau
memakainya dan mempunyai yang tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Seiring
dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika
perkembangan tukar menukar yang harus
dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan
perak) sangat terbatas sehingga nilainya kian lama kian tinggi. Hal ini sejalan
dengan prinsip universal ekonomi dimana jika ada permintaan tinggi sementara
barang langka, maka harganya akan naik dan sebaliknya. Penggunaan uang emas dan
perak juga tidak menjawab pertukaran barang yang kecil/murah sehingga lama kelamaan timbulah ide untuk
membuat uang kertas (promise money);
Awalnya uang kertas yang beredar
merupakan bukti atas kepemilikan emas
dan perak sebagai alat/perantara untuk
melakukan transaksi. Dengan kata lain uang kertas yang beredar pada saat itu
merupakan uang yang dijamin sepenuhnya atau 100% dengan emas atau perak yang
disimpan di pandai emas atau perak dan kapanpun bisa ditukar penuh dengan
jaminannya. Perkembangan selanjutnya
ketika lembaga atau institusi keuangan dalam bentuk yang sederhana sudah
dibangun manusia, maka uang kertas yang memiliki nilai nominal tertentu dan
nilainya lebih kecil dibandingkan nilai
emas juga kian digemari orang. Mungkin karena dianggap lebih praktis,
masyarakat tidak lagi menggunakan emas sebagai alat pertukaran dan
lebih menggunakan Promise
Money (surat utang) tersebut sebagai alat tukar.
2. Fungsi Uang
Pada dasarnya fungsi uang adalah sebagai alat
pembayaran atau pertukaran.
Namun ilmu ekonomi membagi fungsi uang
ke dalam dua kelompok yaitu fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi asli uang ada tiga yaitu sebagai alat
tukar, sebagai satuan hitung dan sebagai penyimpan nilai.
Uang berfungsi sebagai alat tukar (medium
of exchange) yang dapat mempermudah pertukaran.
Orang yag akan melakukan pertukaran tidak perlu
menukarkan dengan barang, karena
dianggap tidak praktis tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Uang berfungsi sebagai satuan hitung (unit of
account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukkan nilai berbagai macam
barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan dan menghitung
besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa
(alat penunjuk harga).
Uang berfungsi sebagai alat penyimpan
nilai (store of value) karena dapat digunakan untuk
mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang atau bersifat
investasi. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai
pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang
tersebut dalam waktu yang tidak terbatas
untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Selain
fungsi yang asli, uang juga memiliki fungsi turunan yaitu sebagai alat
pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah
kekayaan (modal) dan alat untuk meningkatkan status sosial. Dalam perjalanannya, uang yang tadinya
berasal dari bahan yang bernilai secara intrinsik, dikemudian hari diubah dan
dibuat dari bahan yang tidak memiliki
nilai seperti kertas dan logam jenis
besi atau campuran namun masih dijamin secara penih 100% oleh persediaan emas
dan perak. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, uang dijadikan sebagai alat
penjajahan dan tidak lagi diback
up secara penuh oleh cadangan emas dan perak.
C.Peranan Uang dalam Perekonomian
Setiap kegiatan perekonomian apakah
itu kegiatan produksi, investasi dan
konsumsi selalu melibatkan uang. Saat ini arti uang
lebih dari sekedar alat transaksi perdagangan karena uang telah menjadi komoditas di pasar uang. Dalam bagian
ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang peranan uang
dalam kegiatan perekonomian.
1. Perputaran uang dan barang
Perkembangan perekonomian dapat
diketahui melalui indikator-indikator
sektor riil, yang mencakup barang dan
jasa, serta indikator-indikator sektor moneter. Sektor riil dan sektor moneter
saling berkaitan satu sama lain. Secara
teoritis, sektor riil merupakan cermin
dari sektor moneter dan sebaliknya.
Dalam sebuah transaksi jual beli, misalnya, akan selalu terdapat penjual yang memiliki barang dan pembeli yang memiliki uang. Apabila transaksi jual beli terjadi, maka
kedua belah pihak melakukan pemenuhan atas kebutuhan masing-masing dengan nilai
transaksi jual beli barang dan jasa yang sama dengan nilai uang yang
diserahterimakan.
Dalam
setiap kegiatan ekonomi, selalu terdapat dua macam aliran, yaitu aliranbarang dan aliran uang. Kegiatan produksi
membutuhkan input
berupa bahan baku dan tenaga kerja. Sehingga dalam kegiatan produksi
akan terjadi aliran barang dan jasa berupa bahan baku dan tenaga kerja dari
masyarakat. Pada saat yang sama juga terjadi aliran uang dari perusahaan untuk
pembayaran bahan baku yang dibeli tersebut. Aliran uang itu, bagi perusahaan
akan menjadi pos biaya, sedangkan bagi masyarakat merupakan pos pendapatan.
Ketika perusahaan menjual produknya ke masyarakat, yang terjadi adalah aliran
uang keluar dari masyarakat dan sebaliknya aliran uang masuk dan merupakan
pendapatan bagi perusahaan. Alur serupa juga terjadi pada kegiatan investasi
dan kegiatan ekonomi lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
sistem perekonomian, aliran uang akan sama atau
sebanding dengan aliran barang dan jasa.
2. Uang dan Suku Bunga
Untuk membiayai kegitan ekonominya,
masyarakat mebutuhkan uang baik uang kartal, uang giral, maupun kuasi.
Idealnya, jumlah uang yang tersedia, seimbang dengan jumlah uang yang
dibutuhkan atau diminta masyarakat
sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan.
Apabila
jumlah uang yang disediakan melebihi uang yang diminta, maka akan terjadi
kelebihan penyediaan uang yang dapat mengakibatkan penurunan harga uang atau
suku bunga. Sebaliknya, bila jumlah uang yang diminta melebihi jumlah jumlah
uang yang disediakan maka akan dapat mengakibatkan kenaikan harga
uang atau suku bunga. Suku bunga yang dimaksud adalah suku bunga yang mencerminkan
kesesuaian antara suku bunga simpanan (sisi penawaran uang) dan suku bunga pinjaman (sisi permintaan uang). Dengan demikian dapat kita pahami bahwa perubahan suku bunga
akan terjadi karena adanya perubahan
jumlah uang beredar sebagai akibat dari interaksi antara sisi
permintaan dan sisi penawaran.
3. Uang dan kegiatan ekonomi sektor riil
Pengaruh uang terhadap kegiatan
ekonomi sektor riil dapat bersifat langsung
atau tidak langsung. Pengaruh tak
langsung bisa kita pahami lewat penjelasan
hubungan uang dengan perkembangan suku
bunga yang telah dijelaskan di atas.
Penurunan suku bunga akan menurunkan
biaya pendanaan kegiatan investasi, dan selanjutnya akan mendorong kegiatan
investasi dan kegiatan ekonomi.
Untuk menggambarkan keterkaitan antara
uang dan sektor riil, berikut ini
analisis grafik pertumbuhan tahunan uang dan pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto (PDB) yakni
indikator perkembangan kegiatan ekonomi suatu masyarakat dalam memproduksi
barang dan jasa. Kedua grafik di bawah
ini adalah gambaran perekonomian Indonesia yang mencerminkan naik turunnya perkembangan
kedua variabel dari waktu ke waktu.
4. Uang dan Harga
Keterkaitan antara uang dan suku bunga
dan keterkaitan antara uang dan kegiatan ekonomi sektor riil sebenarnya
menggambarkan peranan uang dalammempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi secara
keseluruhan. Perkembangan ekonomi, tercermin pada perkembangan permintaan agregat (aggregate
demand) masyarakat akan semua barang dan jasa yang diproduksi
dalam sebuah mekanisme perekonomian. Kegiatan produksi tentu harus didukung
oleh kapasitas ekonomi
yaitu kondisi yang mencerminkan ketersediaan sumber daya yang mencukupi, seperti bahan baku, tenaga
kerja, dan teknologi. Dalam ilmu ekonomi makro, kondisi ini dikenal dengan penawaran
agregat (aggregate supply).
Berbeda dengan permintaan agregat yang dapat berubah dalam jangka
pendek, penawaran agregat relatif lebih sulit untuk berubah dalam jangka
pendek. Hal ini disebabkan karena perubahan penawaran agregat lebih terkait
pada struktur dan perkembangan perekonomian.
Permintaan
agregat, idealnya harus sama dengan penawaran agregat. Apabila permintaan
agregat tidak sama dengan penawaran agregat, maka diperlukan penyesuaian
kegiatan ekonomi agar terjadi kesesuaian (keseimbangan). Penyesuaian itu
berakibat pada perubahan harga barang dan jasa. Permintaan agregat yang
melebihi penawaran agregat akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa.
Apabila disimpulkan, perubahan jumlah uang beredar akan mempengaruhi
perkembangan harga. Kecenderungan kenaikan harga secara terus-menerus
(inflasi), terjadi apabila penambahan jumlah uang beredar melebihi kebutuhan
yang sebenarnya. Formulasi sederhananya “jumlah uang beredar bertambah,
harga barang-barang naik”.
Inflasi disebut juga fenomena
moneter karena sangat
dipengaruhi perkembangan uang beredar.
Namun
dalam teori strukturalis dinyatakan bahwa inflasi dalam jangka
panjang disebabkan oleh adanya kekakuan struktur perekonomian di negara
berkembang, terutama pada struktur
penerimaan ekspor dan produksi bahan makanan dalam negeri. Dengan demikian,
tekanan inflasi akan muncul apabila pertumbuhan sektor ekspor sangat lamban
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Atau produksi bahan makanan dalam negeri kurang memadai. Dalam pandangan
ini, inflasi disebut sebagai fenomena structural.
Inflasi di Indonesia pada paruh waktu
pertama dekade 1960-an, adalah contoh inflasi sebagai fenomena
moneter. Pada saat itu
inflasi yang mencapai 600% disebabkan oleh pencetakan uang yang berlebihan.
Akibatnya kenaikan harga melonjak sangat tajam.Lalu pada tahun 1998 terjadi
kelangkaan dana di perbankan akibat penarikan dana secara besar-besaran oleh
masyarakat. Bersamaan dengan melemahnya nilai
Rupiah terhadap dolar AS, melemah pula kepercayaan masyarakat terhadap
Rupiah. Untuk mengatasi hal itu, Bank Indonesia menyuntikan dana ke pasar dalam jumlah besar dalam beberapa waktu.
Akibatnya terjadi inflasi beberapa waktu kemudiaan. Setelah pertumbuhan uang
beredar mereda inflasi kembali melemah. Inflasi seperti ini juga contoh fenomena moneter.
Namun lonjakan harga sesaat setelah
Pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, tarif dasar listrik,
atau tarif angkutan, juga kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Upah
Minimum Regional merupakan contoh inflasi sebagai fenomena
structural.
5. Pengendalian Jumlah Uang Beredar
Pengendalian jumlah uang beredar pada
hakikatnya merupakan salah satu bagian dari kerangka kebijakan moneter yang
dilaksanakan otoritas moneter. Sesuai dengan tujuan kebijakan moneter,
pengendalian jumlah uang beredar pada umumnya dimaksudkan untuk menjaga
kestabilan nilai uang dan mendorong kegiatan ekonomi. Selain itu, pengendalian jumlah uang beredar mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam kerangka kebijakan ekonomi makro karena
adanya keterkaitan antara uang dan variabel-variabel ekonomi lainnya.
Pengendalian jumlah uang beredar dimaksudkan agar otoritas moneter dapat
mempengaruhi nilai uang sedemikian rupa sehingga perkembangannya akan mendorong
perkembangan perekonomian yang diinginkan termasuk menekan laju inflasi.
Tentang pengendalian jumlah uang
beredar, sesuai dengan UU No 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia mempunyai
tugas dan wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter antara lain
mengendalikan jumlah uang beredar. Untuk mencapai target kuantitas, kebijakan
moneter Bank Indonesia, akan sengaja diarahkan untuk mempengaruhi kegiatan
perekonomian sehingga tercapai kestabilan harga. Namun, pengendalian jumlah
uang beredar, dalam prakteknya sangat sulit dilakukan. Kesulitan itu disebabkan
oleh beberapa factor, Pertama : adanya
unsur-unsur kontradiktif pada sasaran kebijakan. Kedua, sulitnya memprediksi
dan mengendalikan permintaan uang masyarakat dan Ketiga, sulitnya memprediksi perilaku kecepatan perputaran uang.
Diperkirakan, kesulitan itu akan lebih berat di masa mendatang. Untuk itu,
Bank Indonesia senantiasa menjajagi dan
mengkaji beberapa kemungkinan penerapan kerangka kerja kebijakan moneter lain
yang lebih optimal. Tentu, agar stabilitas nilai rupiah bisa tercapai.
C. Permintaan Uang dan Faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Dalam
bagian ini Anda akan membahas dan memperbandingkan, pendapat dari berbagai
ekonom mengenai sisi permintaan dari pasar uang. Terutama pendapat pokok dari
para ekonom Klasik, Keynes dan Friedman. Meskipun teori moneter mereka agak
berbeda, tetapi mempunyai beberapa kesamaan dasar dan dapat diberi nama umum
sebagai Teori Kuantitas mengenai Uang (The Quantity Theory of Money).
1.Teori-teori Klasik
Teori Kuantitas mengenaiUang (The Quantity Theory of Money) sebenarnya
adalah teori mengenai permintaan dan
penawaran uang serta interaksi antara
keduanya. Teori ini menjelaskan
hubunganantara penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang (tingkat
harga). Hubungan antara kedua variabel tersebut dijabarkan dalam konsepsi
(teori) mereka mengenai permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar (penawaran uang) berinteraksi
dengan permintaan akan uang dan
selanjutnya akan menentukan nilai uang (harga).
a. Irving Fisher
Teori kuantitas uang yang populer
dikemukakan oleh Irving Fisher dalam
buku The Purchasing Power of Money, New York
(1911). Fisher mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan antara jumlah uang
beredar dengan tingkat harga umum yang berkaitan dengan daya beli uang, dapat
dilihat dalam bentuk formula sebagai berikut :
MVT =
PT
Keterangan
:
M =
Money (jumlah uang yang beredar)
VT = Transaction
Velocityof Circulation (kecepatan peredaran uang)
P =
Price (tingkat harga umum)
T =
Volume of Trade (volume perdagangan)
Dalam
setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang
dibayarkan oleh pembeli harus sama
dengan jumlah uang yang diterima oleh
penjual. Hal ini berlaku pula untuk seluruh perekonomian. Dalam suatu periode
tertentu nilai dari barang-barang/jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai
dari barang-barang yang dijual. Nilai dari barang-barang yang dijual sama
dengan volume perdagangan (T) dikalikan harga rata-rata dari barang
tersebut (P). Di lain pihak nilai dari barang yang
ditransaksikan ini harus pula sama dengan jumlah uang yang ada di masyarakat
(M) dikalikan dengan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu ke
tangan yang lain, atau rata-rata perputaran uang dalam periode tersebut (VT).
MVT = PT adalah suatu identitas dan bukan merupakan teori
moneter. Identitas ini dikembangkan oleh Fisher menjadi suatu teori moneter.
Identitas tersebut kemudian diberi nyawa dengan mentransformasikannya ke dalam
bentuk
Md =1/VT . PT. Permintaan uang dari masyarakat adalah sutau
proporsi tertentu 1/VT dari nilai
transaksi (PT). VT dan T menunjukkan variabel yang
dianggap konstan (tetap). Posisi keseimbangan moneter : Md = Ms, dimana Ms
(penawaran uang) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Sehingga menghasilkan :
Ms = 1/VT . PT Berdasarkan formula Ms = 1/VT . PT
tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat harga umum (P) berubah secara
proporsional dengan perubahan jumlah
uang yang diedarkan oleh pemerintah.
T ditentukan oleh tingkat output
keseimbangan masyarakat, yang untuk Fisher dan ahli ekonomi Klasik lainnya
selalu pada posisi full employment (kapasitas produksi sudah digunakan
semua). Sedangkan besar kecilnya VT ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di
masyarakat dalam suatu periode. Sistem
kelembagaan ini mencakup faktor-faktor misalnya pada masyarakat agraris
tradisional memerlukan uang yang lebih kecil untuk setiap volume transaksi daripada masyarakat industri/perdagangan,
kebiasaan memberikan kredit perdagangan oleh penyalur kepada pembeli juga bisa
mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang, perbaikan dalam komunikasi
(telepon, internet dll) dan jaringan perbankan yang sudah on-line sampai ke
kecamatan memungkinkan dana bisa dikirim
antar daerah secara cepat dan mengakibatkan kebutuhan uang menurun. Jadi
faktor kelembagaan ini biasanya berubah dalam jangka panjang. Dalam jangka
pendek permintaan uang relatif terhadap volume transaksi bisa dianggap konstan.
Demikian pula volume transaksi relatif terhadap pendapatan nasional bisa
dianggap mempunyai proporsi yang lebih kurang konstan dalam jangka pendek dan
ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan.
b. Teori Cambridge (Marshall - Pigou)
Seperti teori Fisher dan teori-teori
Klasik lainnya, teori cambridge berdasarkan
pada asumsi fungsi uang sebagai alat
tukar umum (medium of exchange). Oleh karena itu, teori-teori Klasik termasuk teori Fisher dan
teori Cambridge melihat kebutuhan uang (permintaan uang) dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk
tujuan transaksi.
Teori
Cambridge menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung
rugi) yang menghubungkan antara permintaan uang seseorang dengan volume
transaksi yang direncanakannya. Permintaan uang selain dipengaruhi oleh volume
transaksi dan faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar
kekayaan warga masyarakat dan ramalan/harapan (expectation) dari para warga masyarakat mengenai masa mendatang. Faktor-
faktor lain ini mempengaruhi permintaan
uang seseorang dan dengan demikian juga mempengaruhi permintaan uang dari
masyarakat secara keseluruhan.
Teoritisi
Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume transaksi dan pendapatan
nasional mempunyai hubungan yang proporsional konstan satu sama lain, dan
akhirnya mereka merumuskan teori uang mereka yang tidak jauh berbeda dengan
teori Fisher. Teori Cambridge menganggap
bahwa, ceteris paribus permintaan uang (Md) adalah proportional dengan tingkat pendapatan
nasional. Md = k PY dimana Y adalah pendapatan nasional riil. Penawaran
uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi keseimbangan maka
: Ms = Md sehingga
Ms = k.PY atau P = 1/k MsY. Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara
proporsional dengan perubahan volume uang yang beredar (Ms). Tidak banyak berbeda
dengan dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus yang berarti faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan
nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan. Teori Cambridge tidak menutup kemungkinan
bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan harapan (expectations) berubah, meskipun dalam jangka pendek. Jadi kalau
faktor-faktor ini berubah, maka “k” pun akan berubah. Apabila tingkat bunga
naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang,
meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap.
Demikian juga faktor harapan akan
mempengaruhi “k” dalam jangka pendek, apabila di masa datang diharapkan akan ada kenaikan tingkat bunga (penurunan
harga surat berharga/obligasi), maka orang akan cenderung untuk mengurangi
jumlah surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang
mereka pegang.
2.Teori Keynes
Teori permintaan uang Keynes merupakan
bagian dari teori ekonomi makronya yang
dituangkan dalam bukun “The General Theory of Employment, Interest and Money” (1936). Meskipun teori Keynes masih
bersumber dari teori Cambridge, tetapi
Keynes mengemukakan sesuatu yang
betul-betul berbeda dengan teori moneter Klasik. Perbedaan ini terletak pada
fungsi uang yang lain yaitu sebagai store of value (penyimpan nilai) dan bukan hanya sebagai means
of exchange (alat tukar/transaksi). Teori Keynes
kemudian terkenal dengan nama teori Liquidity Preference.
Keynes
menyatakan bahwa motif seseorang
memegang uang tunai (liquidity preference) karena didorong oleh tiga motif, yaitu sebagai berikut :
a.Motif Transaksi (Transaction
Motive)
Permintaan uang untuk tujuan transaksi
tidak merupakan suatu proporsi yang
selalu konstan, tetapi dipengaruhi
pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga (seperti dalam teori Cambridge).
Hanya saja faktor tingkat bunga untuk
permintaan uang untuk transaksi ini tidak ditekankan oleh Keynes. Karena ia
ingin menekankan peranan tingkat bunga dalam penentuan permintaan uang untuk
tujuan lain yaitu tujuan spekulasi.
Seseorang memegang uang tunai karena
menurutnya dengan memegang uang tunai segala urusan yang berhubungan dengan
transaksi jual beli barang dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari akan
menjadi lancar. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin besar pengeluaran
untuk kebutuhan transaksinya.
b.Motif Berjaga-jaga ( Precautionary Motive)
Keynes juga membedakan permintaan uang
untuk tujuan melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang
diluar rencana transaksi normal. Seseorang akan menyimpan uang tunai karena
didorong oleh keinginan untuk berjaga-jaga terhadap kejadian-kejadian yang
sifatnya darurat dan tak terduga. Misalnya, sakit mendadak dan kecelakaan sehingga
ia harus segera pergi ke dokter.
Permintaan uang untuk berjaga-jaga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
sama dengan faktor –faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi,
yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat
penghasilan orang tersebut dan mungkin dipengaruhi oleh tingkat bunga (meskipun dianggap idak kuat
pengaruhnya.
c.Motif Spekulasi (Speculative Motive)
Permintaan uang untuk spekulasi
merupakan pembaharuan dalam teori moneter
dari Keynes. Motif dari pemegangan
uang ini terutama bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh
dari seandainya si pemegang uang
tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul. Secara garis besar teori Keynes membatasi
pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam
bentuk uang tunai atau obligasi. Uang tunai dianggap tidak memberikan
penghasilan, sedangkan obligasi dianggap memberikan penghasilan berupa sejumlah
uang tertentu setiap periode.
Menurut Keynes, orang bisa
berspekulasi mengenai perubahan tingkat bunga pada waktu yang akan datang
(perubahan harga pasar obligasi di waktu mendatang) dengan membeli atau menjual
obligasi yang dipunyainya dengan harapan memperoleh keuntungan. Apabila ia
mengharapkan tingkat bunga akan naik (atau harga obligasi turun) pada waktu yang akan datang, maka
rasional baginya untuk menjual obligasi yang ia miliki dan memegang kekayaannya
dalam bentuk uang tunai (hasil penjualan obligasi), karena ia bisa menghindari
kerugian kapital (capital loss) yang mungkin terjadi sebagai akibat dari dari turunnya harga
obligasi yang ia miliki. Sebaliknya bila ia mengharapkan tingkat bunga akan
turun (atau harga obligasi naik), maka lebih baik baginya untuk membeli
obligasi (atau mengurangi uang tunai yang ia pegang), karena ia bisa memperoleh
keuntungan kapital (capital gain) berupa kenaikan nilai atau bunga
dari obligasi yang dibelinya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa :
a)apabila tingkat bunga diharapkan
untuk turun, maka orang lebih suka memegang kekayaannya dalam bentuk obligasi
daripada uang tunai, karena bukan hanya obligasi memberikan penghasilan
tertentu per periode, tetapi juga bisa memberikan capital
gain berupa kenaikan harga obligasi
b)apabila tingkat bunga diharapkan
untuk naik, maka orang akan memilih memegang uang tunai daripada obligasi.
3.Teori Kuantitas Modern dari Friedman
Profesor Milton Friedman dalam Studies
in the Quantity of Money (1955) mengembangkan Teori Kuantitas
(Klasik) sesudah Keynes. Teori moneter Keynes merupakan pengembangan lebih
lanjut dari aspek uncertainty (ketidakpastian) dan expectations (harapan) dari teori Cambridge, sehingga timbul teori
permintaan uang untuk spekulasi.
Teori kuantitas modern dari Friedman
bisa ditafsirkan sebagai pengembangan
lebih lanjut dari aspek lain teori
Cambridge, yaitu konsepsi bahwa teori permintaan uang hanyalah satu penerapan
dari teori umum mengenai permintaan, sedang prinsip dasarnya sama yaitu
pemilihan antara berbagai alternatif
oleh konsumen dalam hal permintaan uang (pemilik kekayaan).
Friedman
menganggap bahwa marginal rate of substitution dari suatu aktiva terhadap aktiva-aktiva lain menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva
tersebut yang dipegang. Artinya bila seseorang memegang terlalu banyak satu
bentuk aktiva misalnya uang, maka hasil tambahan atau marginal
returns dari uang akan menjadi lebih kecil daripada marginal
returns aktiva-aktiva lainnya. Sedangkan bila ia mengurangi
jumlah uang yang ia pegang dan menggantinya dengan aktiva-aktiva lain (misalnya
obligasi, surat berharga lainnya atau aktiva fisik seperti rumah, mesin, mobil
dsbnya), maka orang tersebut akan memperoleh hasil total (total returns) yang lebih besar. Pemilik kekayaan akan memperoleh hasil
total yang maksimum apabila hasil
tambahan dari setiap bentuk
aktiva yang dipegang adalah sama.
Friedman melakukan beberapa penyederhanaan dalam perumusan fungsi permintaan uang. Dia
menganggap bahwa pemilik kekayaan bisa memilih lima bentuk kekayaan untuk
dipegang yaitu :
a)Uang tunai (M)
Hasil/imbalan (return) untuk aktiva
yang dipegang dalam bentuk uang tunai dapat berupa uang pula, misalnya bila
uang disimpan dalam bentuk tabungan atau
rekening giro.
Tetapi Friedman menganggap bahwa hasil
yang diperoleh untuk aktiva uang tunai
terutama sekali berbentuk hasil yang tidak berbentuk uang yaitu hasil yang
timbul dari uang yang sifatnya likuid
(misalnya mudah digunakan, aman dan dijamin undang-undang dll). Uang tunai
dapat ditukarkan dengan aktiva-aktiva lain tanpa dibebani biaya-biaya penukaran.
Uang tunai merupakan alat untuk menyimpan daya beli (store
of value) yang paling luwes dan alat untuk mempermudah tukar
menukar (means of exchange) yang paling efektif.
Hasil
riil per satuan nominal uang yang
dimiliki ditentukan oleh jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli oleh
satuan uang tersebut atau ditentukan oleh tingkat harga umum (P). Selain
ditentukan harga (P), hasil aktiva uang
tunai juga ditentukan oleh prosentase perubahan harga. Apabila harga-harga
barang turun, maka nilai uang riil uang tunai yang dipegang naik, sebaliknya
bila harga-harga naik, maka nilai riil dari setiap satuan nominal uang tunai
turun.
b)Obligasi (B)
Hasil yang diperoleh dari aktiva dalam
bentuk obligasi adalah pendapatan bunga (interest income) dan keuntungan kapital (capital gain). Interest income adalah hasil/imbalan yang diperoleh oleh pemegang obligasi setiap
periode tertentu (setiap bulan atau tahun), yang jumlahnya tetap dan
dicantumkan dalam obligasi. Dan besarnya hasil ini ditentukan oleh tingkat bunga
yang berlaku (R). Sedangkan capital gain adalah keuntungan (atau kerugian )
yang bersumber dari naik turunnya harga pasar obligasi. Besar kecilnya capital
gain ditentukan oleh perubahan tingkat bunga dari waktu ke waktu. Jika tingkat
bunga (R) naik, maka harga obligasi turun
dan jika tingkat bunga turun, maka harga obligasi naik. Jadi besarnya
capital gain ditentukan oleh prosentase perubahan tingkat bunga dari waktu ke waktu.
c)Saham-saham atau
equities (E)
Hasil yang diperoleh dari saham atau equities,
dianggap oleh Friedman serupa
dengan hasil dari obligasi, hanya saja diasumsikan bahwa hasil
(dalam satuan uang) untuk saham dipengaruhi juga oleh perubahan tingkat harga.
d)Barang-barang fisik
bukan manusia (G)
Hasil yang diperoleh dari aktiva fisik (G) ternyata merupakan
kebalikan dari hasil uang tunai. Apabila
harga-harga naik, maka hasil yang diperoleh dari uang tunai turun, tetapi hasil
dari aktiva fisik (G) naik. Sebaliknya
bila harga-harga turun, hasil yang diperoleh dari aktiva uang tunai (M) naik, sedangkan hasil
dari aktiva fisik (G) turun. Jadi hasil
yang diperoleh dari uang tunai (M) maupun hasil dari aktiva fisik (G)
dipengaruhi oleh prosentase perubahan harga.
e)Kekayaan manusiawi / human capital (H)
Semakin besar aktiva manusiawi (H)
yang dipegang relatif terhadap aktiva-aktiva lain, maka akan semakin besar
permintaan uang tunai orang tersebut. Karena aktiva manusiawi tidak bisa
diperjualbelikan seluwes aktiva-aktiva
lain. Untuk mengimbangi kekurangan
fleksibilitas dari struktur aktiva yang dipegangnya, ia akan cenderung memilih
memegang lebih banyak uang tunai (M) daripada aktiva-aktiva lain (B, E, G).
Apabila “k” adalah rasio dari H terhadap aktiva-aktiva lain (B + E + G + H),
maka semakin besar “k” semakin banyak uang tunai (M) yang diminta relatif
terhadap B, E dan G.
Sebaliknya makin rendah “k”, maka uang
tunai yang diminta pemilik kekayaan akan semakin kecil relatif terhadap B, E,
dan G. Faktor lain yang dianggap menentukan permintaan seseorang terhadap uang
tunai adalah preferensi atau selera orang tersebut. Ada orang yang
kecenderungan pribadinya lebih suka memegang uang tunai daripada aktiva-aktiva
lain. Ada orang yang suka memegang lebih sedikit uang tunai tetapi lebih banyak
barang-barang. Ada orang yang tidak begitu mementingkan aktiva-aktiva lain,
tetapi lebih suka menambah aktiva manusiawinya, misalnya melalui pendidikan,
pelatihan dll.
D. Penawaran Uang dan Faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Uang yang beredar (Ms) tercipta
melalui proses pasar yaitu melalui interaksi
antara permintaan dan penawaran uang.
Jadi uang beredar dapat bertambah atau
berkurang tergantung dari hasil tarik menarik antara permintaan dan
penawaran uang yang tercermin para
pelaku utama dalam pasar uang. Pada sub bab ini kita akan membahas sisi lain
dari pasar uang yaitu penawaran uang dalam suatu kerangka teori
penawaran uang.
1.Penawaran Uang tanpa Bank
Bagaimana uang beredar tercipta dalam
suatu perekonomian ? teori-teori lama
mengenai uang beredar menjelaskan
bahwa uang beredar tercipta sangat sederhana dan menganggap seolah-olah
perbankan tidak ada dan meskipun perbankan ada, tetapi tidak mempunyai pengaruh
terhadap proses tersebut. Teori
penawaran uang yang paling sederhana merupakan gambaran dari sistem standar
emas, dimana emas adalah satu-satunya alat pembayaran. Naik turunnya uang
beredar atau uang yang ditawarkan di masyarakat ditentukan oleh tersedianya
emas di masyarakat. Jumlah uang (emas) beredar akan turun apabila emas dikirim
ke luar negeri untuk menutup defisit neraca pembayaran, yaitu untuk membayar
barang-barang yang diimpor yang jumlahnya lebih besar daripada nilai
barang-barang yang diekspor atau karena industri-industri yang menggunakan emas
dalam proses produksinya menyedot emas yang ada. Sehingga mengurangi jumlah
emas yang tersedia untuk alat pembayaran
Jumlah uang beredar bisa bertambah apabila terjadi surplus neraca
pembayaran atau karena produksi emas meningkat, misalnya dengan ditemukannya
tambang emas yang baru. Dalam sistem standar emas, uang beredar ditentukan oleh
proses pasar, sedangkan pemerintah, bank
sentral ataupun perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya
uang beredar. Semuanya serba otomatis dan sebenarnya tidak alasan bagi pemerintah
atau otorita moneter untuk melakukan campur tangan di pasar uang (melaksanakan
kebijakan moneter). Penawaran uang akan secara otomatis menyesuaikan diri
dengan kebutuhan (permintaan) uang, sehinggga harga emas (harga barang) secara
otomatis selalu mencapai kestabilannya. Dalam hal ini kebijakan moneter tidak
diperlukan lagi. Dalam perumusan teori kuantitas, para ekonom Klasik pada
umumnya belum terbebas dari bayangan bekerjanya sistem standar emas. Bahkan
sampai jaman Keynes, pada saat sistem standar emas sudah ditinggalkan, teori
penawaran uang masih belum berkembang dan masih dalam bentuk sederhana.
2.Teori Penawaran Uang Modern
Teori penawaran uang modern
dikembangkan oleh ekonom-ekonom setelah
Keynes. Dalam perekonomian modern,
para produsen emas tidak lagi mempunyai peranan moneter yang penting seperti
dalam sistem standar emas.
Dalam sistem standar kertas, sumber
dari terciptanya uang beredar adalah otorita moneter (pemerintah dan bank
sentral) dan lembaga keuangan (sistem
moneter). Otorita moneter merupakan penyalur uang inti atau uang primer,
sedangkan lembaga keuangan (perbankan)
merupakan peyalur uang sekunder bagi masyarakat. Proses terciptanya uang beredar merupakan
proses pasar artinya hasil interaksi antara permintaan dan penawaran, dan bukan
sekedar pencetakan uang atau keputusan pemerintah saja. Apabila pada suatu
waktu permintaan akan uang inti tidak sama dengan penawaran uang inti, maka
para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan melakukan penyesuaian berupa
tindakan-tindakan di sub-pasar uang inti sehingga akhirnya terjadi keseimbangan
antara permintaan dan penawaran. Demikian juga, apabila terjadi
ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di sub-pasar uang sekunder
(giral), maka akan dilakukan pula tindakan-tindakan penyesuaian oleh para pelaku pasar sampai
akhirnya tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar ini.
Oleh karena kedua sub-pasar tersebut sangat erat terkait satu sama lain, maka
para pelaku pasar uang baru berhenti melakukan tindakan-tindakan penyesuaian
hanya apabila permintaan dan penawaran di masing-masing sub-pasar mencapai
keseimbangan secara bersama-sama (simultan). Tindakan –tindakan penyesuaian
tersebut di atas adalah berupa usaha dari para pelaku pasar uang untuk mengubah
struktur atau komposisi dari kekayaan yang ia pegang menuju kearah struktur dan
komposisi yang ia inginkan. Tindakan
semacam ini mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar uang dan akan
berhenti dilakukan apabila semua pelaku di pasar uang sudah puas dengan struktur
dan komposisi neraca (kekayaan) yang dimilikinya. Dalam teori moneter proses
penyesuaian komposisi kekayaan mempunyai istilah khusus yaitu proses
penyesuaian portofolio (portfolio adjusment).
3.Pelipat Uang (Money Multiplier)
Proses pelipatan uang atau money
multiplier merupakan proses pasar (penyesuaian antara permintaan dan penawaran
uang). Proses pelipatan itu dimungkinkan karena adanya lembaga yang disebut
bank, yang tidak harus menjamin secara penuh uang giral yang diiciptakannya
dengan uang tunai. Seandainya cash ratio yang dipegang bank
adalah 100%, maka proses pelipatan tidak akan terjadi, meskipun proses
penyesuaian portofolio tetap bisa terjadi. Uang giral (demand
deposits, time deposits dan saving deposits) tidak harus
dijamin secara penuh dalam bentuk uang tunai pada bank. Untuk uang giral
sebesar Rp 10.000 misalnya, bank hanya
perlu menyimpan uang tunai (cadangan bank) sebesar Rp 500 (jika cash ratio yang
berlaku 5%). Artinya bahwa dengan memegang uang inti sebesar Rp 500, bank bisa
menciptakan uang giral sebesar Rp 10.000. Jadi bank menciptakan uang giral
sebesar Rp 9.500 (Rp 10.000 – Rp 500). Oleh karena itu setiap tambahan uang
inti sebesar Rp 1 akan dapat menciptakan
tambahan uang beredar yang lebih besar daripada Rp 1. Dalam kenyataannya uang yang diciptakan bank,
tidak hanya tergantung pada kemauan bank semata, tetapi tergantung pula pada
hasil interaksi para pelaku pasar uang (lihat kembali Gambar 4.1). Secara
ringkas proses pelipatan uang tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1
M1 =
---------------- B ; dimana
c = C/M1
dan r = R/DD
c + r ( 1 – c)
Persamaan tersebut menunjukkan
bagaimana uang inti (B) dilipatkan menjadi uang beredar (M1), sedangkan 1/ c + r (1 – c) adalah koefisien pelipat uang (money
multiplier). Nilai koefisien pelipat uang (money multiplier) biasanya lebih
besar dari satu, karena c dan r nilainya
lebih kecil dari satu. Semakin kecil nilai
c dan r, maka akan semakin besar nilai koefisien pelipat uang. Nilai c
yang rendah artinya masyarakat lebih suka menyimpan uang tunainya di bank
daripada di bawah kasur dan bank mempunyai lebih banyak uang inti untuk
dilipatkan. Sedangkan nilai r yang rendah berarti lebih banyak uang giral yang
yang bisa diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang oleh bank.
Nilai c dan r mencerminkan perilaku masyarakat dan bank. Besarnya uang beredar
yang dipegang masyarakat dalam bentuk
uang tunai mencerminkan keinginan dan perilaku masyarakat. Demikian pula
berapa besar bank menyimpan uang tunai untuk menjamin saldo-saldo rekening
koran/giro milik nasabah merupakan pencerminan perilaku bank. Perilaku
nasabah/masyarakat dan bank merupakan keputusan ekonomi yaitu keputusan yang
ditentukan atas dasar perhitungan untung-rugi.
4.Faktor –faktor yang mempengaruhi Penawaran Uang
Beberapa faktor yang dapat menambah
dan mengurangi jumlah uang yang
beredar atau penawaran uang adalah
sebagai berikut :
a.Bank Sentral
Bank sentral (Bank Indonesia) dapat
mempengaruhi jumlah uang yang beredardi masyarakat karena bank sentral
mempunyai hak oktroi untuk mencetak dan mengedarkan uang kartal. Selain
memiliki hak oktroi, Bank sentral juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar
melalui kebijakan moneter yang dapat berupa
politik diskonto (menaikkan dan
menurunkan suku bunga)
politik pasar terbuka (memperjual
belikan surat berharga)
politik cash ratio (menaikkan dan
menurunkan cadangan kas untuk bank umum), dan
politik kredit selektif (pengaturan
pemberian kredit)
b.Pemerintah
Pemerintah melalui menteri keuangan
atas persetujuan gubernur Bank Indonesia dapat meminta perum peruri untuk
mencetak uang berupa uang kertas dan uang logam pemerintah (uang yang
nominalnya kecil).
c.Bank Umum
Bank umum dapat menciptakan uang giral
(uang bank) melalui pembelian saham/surat berharga dari masyarakat. \Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi jumlah uang beredar yaitu ;
kebijakan Bank Sentral melalui hak
oktroi dan kebijakan moneternya
pemerintah melalui hak mencetak uang
dengan nilai nominal kecil, dan
bank umum dengan cara pembelian
surat-surat berharga dari masyarakat.
Selain ketiga lembaga tersebut, faktor
lain yang dapat mempengaruhi jumlah uang beredar adalah sebagai berikut :
d.
Tingkat Pendapatan Masyarakat
Pendapatan masyarakat adalah sejumlah
uang yang diterima masyarakat pada
jangka waktu tertentu. Semakin tinggi pendapatan yang diterima
masyarakatsemakin banyak jumlah uang yang beredar. Begitu pula sebaliknya.
e.
Tingkat Suku Bunga
Jika tingkat suku bungan yang
ditentukan oleh bank sentral maupun bank umum tinggi, akan mendorong masyarakat
untuk menyimpan uangnya di bank dan penciptaan kredit baru akan terhambat,
sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Demikian pula sebaliknya,
jika tingkat suku bunga di bank –bank rendah, akan menyebabkan masyarakat
enggan menabung dan akan mendorong tercipta kredit-kredit baru, sehingga jumlah
uang beredar akan bertambah.
f.Harga-Harga Barang
Harga-harga barang merupakan factor yang
sensitive pula terhadap jumlah uang beredar. Jika harga-harga barang mahal,
masyarakat dituntut untuk memiliki jumlah uang lebih banyak sehingga akan
mengakibatkan jumlah uang beredar semakin banyak. Akan tetapi sebaliknya, jika
harga barang-barang murah, jumlah uang beredar akan berkurang., karena
masyarakat akan menyimpan kelebihan uangnya di bank.
g.Selera Masyarakat terhadap Barang
Jika selera masyarakat terhadap suatu jenis
barang meningkat, akan mendorong naiknya permintaan. Jika permintaan naik,
harga barang-barang akan naik sehingga jumlah uang beredar akan cenderung naik,
dan sebaliknya.
D. Kebijakan
Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu
kebijakan ekonomi makro yang sangat berperan untuk mengatur dan menjaga
stabilitas jumlah uang beredar di masyarakat. Apabila jumlah uang beredar di
dalam suatu perekonomian kurang dari yang dibutuhkan, maka negara tersebut cenderung mengalami kelesuan ekonomi.
Sedangkan jika jumlah uang beredar dalam suatu perekonomian melebihi yang dibutuhkan, maka negara
tersebut cenderung mengalami inflasi yang tinggi. Untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah Bank Indonesia antara lain memiliki tugas menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter (UU No 23 tahun 1999)
1.Pengertian Kebijakan Moneter
Secara umum dapat didefinisikan bahwa
Kebijakan Moneteradalah semua tindakan
pemerintah untuk mengendalikan jalannya kehidupan ekonomi nasional ke arah yang
diinginkan melalui pengendalian jumlah uang yang beredar (Ms). Kebijakan moneter merupakan suatu
kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan
mengurangi jumlah uang beredar. Dengan kebijakan moneter (monetary
policy), pemerintah dapat melakukan pengendalian terhadap
jumlah uang beredar, kredit dan sistem perbankan. Dalam implementasinya,
kebijakan moneter bisa bersifat ekspansif yaitu kebijakan moneter yang dilakukan melalui peningkatan
jumlah uang beredar (Ms) dan atau penurunan tingkat bunga (i) dengan tujuan
untuk meningkatkan permintaan agregat di dalam perekonomian atau kebijakan
moneter yang kontraktif yaitu kebijakan moneter yang dilakukan melalui
pengurangan jumlah uang beredar (Ms) dan atau peningkatan tingkat bunga (i)
dengan tujuan untuk mengurangi permintaan agregat di dalam
perekonomian. Tujuan akhir
dilaksanakannya kebijakan moneter adalah tercapainya kestabilan ekonomi yang
ditandai dengan peningkatan kesempatan kerja, peningkatan kualitas tenaga
kerja, dan terciptanya iklim usaha yang sehat sehingga investasi-investasi baru
akan bermunculan.
Tujuan kebijakan moneter antara lain
adalah
a.Menjaga Stabilitas
Ekonomi
Melalui pengendalian jumlah uang
beredar oleh Bank Sentral (BI) sesuai dengan kebutuhan masyarakat, akan
tercipta suatu keadaan perekonomian yang stabil. Perekonomian yang stabil
adalah suatu kondisi perekonomian yang menjamin pertumbuhan ekonomi secara mantap
dan berkelanjutan. Dengan kata lain, arus perputaran barang dan arus perputaran
uang berjalan secara seimbang dan terkendali.
b.Menjaga Kestabilan Harga
Jumlah uang yang beredar di mayarakat
sangat mempengaruhi tingkat harga-harga yang berlaku. Dengan adanya pengaturan
jumlah uang yang beredar melalui kebijakan moneter oleh bank sentral, tingkat
harga dari waktu ke waktu akan terkendali. Apabila tingkat harga stabil,
masyarakat akan percaya bahwa membeli barang pada masa sekarang akan sama
dengan tingkat harga membeli barang pada
masa yang akan datang.
c.Meningkatkan
Kesempatan Kerja
Dengan adanya pengaturan jumlah uang
yang beredar secara terkendali, diharapkan perekonomian lebih stabil. Jika
perekonomian stabil, para investor tidak akan ragu-ragu meningkatkan jumlah
produksi, mengembangkan investasi-investasi baru, dan membuka lapangan kerja
baru sehingga terjadi peningkatan kesempatan kerja.
d.Memperbaiki neraca
perdagangan dan neraca pembayaran luar negeri. Melalui
kebijakan moneter, pemerintah juga dapat memperbaiki neraca perdagangan luar
negeri menjadi surplus. Apabila pemerintah melakukan devaluasi, maka
harga-harga barang buatan dalam negeri jika dibeli dengan mata uang asing akan menjadi lebih murah. Sehingga barang
Indonesia dapat bersaing di pasar luar negeri
dan akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Dengan meningkatnya nilai ekspor diharapkan
dapat memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran luar negeri menjadi
surplus.
2.Jenis-jenis Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan
pemerintah di bidang keuangan untuk menjaga kestabilan nilai mata uang, dalam
upaya mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Kebijakan moneter dilakukan oleh Bank
Sentral (Bank Indonesia) yang dikepalai oleh seorang gubernur Bank Indonesia.
Dalam menentukan kebijakan moneter, gubernur Bank Indonesia akan meminta
pertimbangan dan masukan dari dewan moneter yang beranggotakan Menteri
Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, serta Menteri Koordinator
Ekonomi, Keuangan, dan Industri.
Kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral memiliki beberapa
instrumen yaitu operasi pasar terbuka (open market operation), cadangan wajib minimum (minimum reserve requirement), Politik diskonto (discount policy), pengendalian langsung (direct control) dll.
a.Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Bank Indonesia memiliki wewenang menetapkan sasaran-sasaran
moneter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkan dan melakukan
pengendalian moneter. Salah satu cara pengendalian moneter yang dilaksanakan
Bank Indonesia adalah melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Gambar 3.1 Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
OPT adalah kegiatan transaksi di pasar
uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak laindalam rangka
pengendalian moneter, baik secara berkala ataupun sewaktu-waktu jika
diperlukan. Tujuan OPT adalah mencapai
target operasional kebijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran
akhir kebijakan moneter Bank Indonesia. Target opersional kebijakan moneter
dapat berupa pengendalian jumlah uang beredar (target kuantitas) atau suku bunga (target harga). Dalam hal kebijakan moneter difocuskan pada pengendalian
jumlah uang beredar maka uang primer atau atau komponennya (Mo) dijadikan
sebagai target operasional, dan jumlah uang beredar baik dalam arti sempit (M1)
maupun dalam arti luas (M2) sebagai target antara. Dalam hal pengendalian
moneter difokuskan pada pengendalian suku bunga, Bank Indonesia menggunakan
suku bunga pasar jangka pendek (overnight) sebagai target opersional. Dari perubahan suku bunga jangka
pendek
OPT
Likuiditas
Pasar Uang
Kredit
Suku
Bunga
Ekspektasi Inflasi
Nilai
Tukar
Supply
Domestik
Demand
Domestik
Tekanan Inflasi
dari Domestik
Tekanan
Inflasi dari Luar Negeri
Inflasi Intervensi Valas
diharapkan terjadi transmisi ke
peribahan suku bunga untuk jangka waktu yang
lebih lama (menengah dan panjang).
Sampai saat ini BI masih menggunakan uang primer (base
money) sebagai target opersional OPT namun dengan tetap
memperhatikan perkembangan suku bunga yang terjadi di pasar. Dengan
pengendalian uang primer, jumlah uang beredar dapat dikendalikan dan pada
akhirnya diharapkan sasaran akhir berupa laju inflasi dapat tercapai.
Pencapaian target opersional tersebut dilakukan dengan cara mempengaruhi
likuiditas perbankan melalui kontraksi moneter apabila perkembangan Mo melebihi
target yang ditetapkan, atau sebaliknya melalui ekspansi moneter apabila
perkembangan Mo berada dibawah target.
Jenis Kegiatan OPT
a.Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
(SBI)
b.Jual Beli Surat Berharga dalam
Rupiah
c.Penyediaan Fasilitas Simpanan Bank
Indonesia dalam Rupiah (FASBI)
d.Jual Beli Valuta Asing
Dari keempat jenis kegiatan tersebut,
baru penerbitan SBI dan FASBI yang digunakan BI sebagai instrumen OPT.
Sementara untuk jenis kegiatan jual beli surat berharga dalam Rupiah, Bank
Indonesia saat ini sedang mempersiapkan penggunaan Surat Utang Negara (SUN)
sebagai piranti OPT.
Operasi pasar terbuka melalui jual beli surat berharga
dapat digambarkan melalui
gambar 3.2 berikut ini salah satu kebijakan yang
dilakukan oleh bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar dengan cara menjual atau membeli surat-OPERASI PASAR TERBUKA Menjual
SBI
Membeli surat-surat berharga
Mengurangi jumlah uang beredar
Menambah jumlah uang beredar
Mengatasi inflasi
Mengatasi Deflasi/Resesi surat
berharga. Tujuan Bank Sentral menjual surat berharga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) adalah untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar. Dengan penjualan SBI, diharapkan uang dari masyarakat akan
tertarik masuk ke bank dan dana yang beredar di mayarakat lebih banyak berupa
surat berharga SBI. Penjualan SBI biasanya dilakukan oleh bank sentral apabila
perekonomian mengalami gejala-gejala inflasi. Sedangkan tujuan Bank Sentral
melakukan pembelian surat berharga dari masyarakat adalah untuk menambah jumlah
uang yang beredar. Dengan melakukan pembelian surat berharga dari masyarakat, berarti
menambah volume jumlah uang yang beredar dan sebagai gantinya, Bank Sentral
memiliki surat-surat berharga.
Kebijakan pembelian surat berharga oleh Bank
Sentral ini biasanya dilakukan apabila perekonomian cenderung mengalami
kelesuan (resesi) atau berada pada kondisi deflasi yang mengganggu stabilitas
ekonomi.
b.Politik Diskonto (Discount Policy)
Politik diskonto disediakan bagi
bank-bank dalam rangka memperlancar pengaturan likuiditas sehari-hari. Politik
diskonto dilakukan dengan cara penjualan surat berharga repo atau penjaminan
surat berharga. Penetapan tingkat diskonto dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan pengendalian moneter. Dalam hal diperlukan pengetatan likuiditas maka tingkat diskonto dapat dinaikkan dan
sebaliknya, dalam hal diperlukan pelonggaran likuiditas maka tingkat diskonto
diturunkan.
politik diskonto adalah salah satu
kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk menambah dan mengurangi
POLITIK
DISKONTO
Menaikkan suku bunga
Menurunkan suku bunga
Mengurangi jumlah uang beredar
Menambah jumlah uang beredar
Mengatasi inflasi
Mengatasi Deflasi/Resesi
jumlah uang yang beredar dengan cara
menaikkan atau menurunkan suku bunga bank.
Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar, bank sentral dapat menaikkan
suku bunga. Hal ini bisa terjadi karena dengan naiknya suku bunga bank,
diharapkan masyarakat atau bank umum
tidak akan senang meminjam uang dari bank. Dengan demikian, jumlah uang yang
beredar di masyarakat akan berkurang. Peningkatan suku bunga bank dilakukan
jika perekonomian mengalami gejala inflasi. Sedangkan untuk menambah jumlah
uang beredar, bank sentral dapat menurunkan suku bunga bank. Dengan rendahnya suku
bunga bank, diharapkan masyarakat tidak akan senang menyimpan uang di bank.
Dengan demikian, jumlah uang beredar
di masyarakat akan bertambah. Penurunan
suku bunga dilakukan bank sentral apabila perekonomian mengalami kelesuan
(resesi) atau apabila perekonomian mengalami gejala deflasi.
c.Giro Wajib Minimum (GWM)
Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988
(Paket Oktober 1988) Bank Indonesia
menggunakan GWM untuk menghentikan
pertumbuhan besaran-besaran moneter yang
masih tinggi yaitu dengan menetapkan GWM menjadi 3% pada Februari 1996
(ketentuan likuiditas wajib minimum sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2%).
GWM pada dasarnya adalah sejumlah minimum dana yang harus selalu tersedia pada
saldo giro setiap bank pada Bank Indonesia. Keharusan menyediakan sejumlah
minimum dana ini juga disebut likuiditas wajib minimum yang saat ini sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang dihimpun
berlaku sejak April 1996 GWM atau Likuiditas Wajib Minimum
Menaikkan GWM
Menurunkan GWM
Mengurangi jumlah uang
beredar Menambah jumlah uang beredar
Mengatasi inflasi
Mengatasi deflasi/resesi
jika bank sentral menaikkan GWM,
berarti bank sentral ingin mengurangi jumlah uang yang beredar. Hal ini terjadi
karena dengan naiknya GWM, berarti bank umum harus lebih banyak menyimpan
dananya pada saldo giro di Bank Indonesia. Peningkatan GWM biasanya dilakukan
apabila perekonomian mengalami gejala-gejala inflasi yang akan mengganggu
kestabilan ekonomi. Jika bank sentral menurunkan GWM, berarti bank sentral
ingin menambah jumlah uang yang beredar. Hal ini bisa terjadi karena dengan
turunnya GWM, berarti mengurangi saldo giro di Bank Indonesia dan bank-bank
umum diberi kesempatan untuk dapat mengedarkan uang lebih banyak lagi.
Penurunan GWM biasanya dilakukan apabila perekonomian mengindikasikan adanya
gejala-gejala resesi yang akan mengganggu stabilitas ekonomi pada umumnya.
d.Persuasi Moral (Moral Suasion)
Kebijakan ini dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan meminta atau mengimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan
kondisi makro ekonomi maupun kondisi mikro ekonomi masing-masing bank dalam
menyusun rencana ekspansi
kredit yang realistis. Kebijakan
persuasi moral atau moral suasion ini pada dasarnya dimaksudkan untuk
mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
memberikan kredit, namun dengan tetap memberikan kebebasan kepada perbankan
untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.
E. Jenis-jenis
Sistem Standar Moneter
Standar moneter atau standar uang adalah alat mata uang (sesuatu barang) yang
dijadikan sebagai dasar dari uang yang diedarkan dalam perekonomian suatu
negara. Standar moneter yang digunakan dapat berupa logam (methalic
standard) atau kertas (paper standard)
1.
Standar Logam (Methalic Standard)
Dalam standar logam, uang yang
diedarkan dalam masyarakat didasarkan pada suatu jumlah logam tertentu misalnya
emas, perak atau keduanya. Dalam sejarah uang kita mengenal macam-macam standar logam yaitu Standar tunggal,
Standar pincang, dan Standar kembar
a.Standar Tunggal (monometalisme)
Standar tunggal adalah suatu sistem
peredaran uang yang didasarkan pada satu jenis logam sebagai logam standar
untuk membuat mata uang. Apabila logam
yang dipergunakan sebagai dasar dari uang adalah emas, maka disebut standar
emas. Sedangkan jika
logam yang dipergunakan adalah perak, maka disebut standar
perak. Negara yang
pertama kali memakai standar emas adalah Inggris pada tahun 1816 sedangkan
negara yang memakai standar perak paling lama adalah Cina sampai tahun 1935.
Sebagian besar negara-negara di dunia mempergunakan standar emas sampai tahun
1936. Akibat timbulnya krisis ekonomi dunia pada tahun 1929, banyak negara
melepaskan standar emasnya. Misalnya Inggris melepaskan standar emas
pada tahun 1931, Perancis, Swiss dan Belanda pada tahun 1936 dan Amerika
Serikat pada tahun 1971.
b.Standar Pincang
Standar pincang adalah suatu sistem
peredaran uang yang didasarkan pada satu
jenis logam saja, tetapi dalam perekonomian beredar pula mata uang logam lain
yang bukam mata uang standar. Misalnya logam emas sebagai mata uang standar,
tetapi dalam perekonomian beredar pula mata uang perak sebagai alat pembayaran
yang sah.
c.Standar Kembar (bimetalisme)
Standar kembar adalah suatu sistem
peredaran uang yang didasarkan pada dua
jenis logam mata uang yaitu mata uang standar emas dan mata uang standar
perak. Besarnya perbandingan nilai mata
uang emas dan mata uang perak ditentukan oleh pemerintah dengan melalui undang-undang. Misalnya undang-undang menetapkan
perbandingan antara emas dan perak adalah 1 gram emas = 10 gram perak (10 : 1)
Besarnya perbandingan nilai mata uang menurut undang-undang tersebut telah
mengalami perubahan-perubahan dalam
perbandingan kedua mata uang, sehingga mata uang standar yang bernilai tinggi
terdesak di dalam sistem peredarannya. Misalnya perbandingan menurut undang-undang antara emas dan perak adalah 10
: 1. Sedangkan di pasaran bebas terjadi perubahan harga, sehingga perbandingan
antara
emas dan perak menjadi 1 gram emas =
15 gram perak ( 15 : 1). Dengan adanya
perubahan harga tersebut, orang dapat
mengambil untung dengan cara melebur
mata uang emas dan menukarnya dengan logam perak, karena dengan 1 gram emas dia
akan memperoleh 15 gram perak. Perak yang diperoleh sebanyak 10 gram dibuat
menjadi mata uang perak yang nilainya sama dengan 1 gram mata uang emas
(perbandingan menurut undang-undang). Akibatnya mata uang emas akan menghilang dari peredaran, karena banyak dilebur
untuk ditukar dengan perak sehingga uang
yang beredar dalam perekonomian hanya
mata uang perak saja.
Dengan melihat kenyataan tersebut, seorang
ahli ekonomi keuangan Inggris bernama Gresham mengemukakan sebuah hukum yang
disebut Hukum Gresham yang berbunyi “bad money always drives out good money” artinya dalam suatu sistem keuangan yang
memakai standar kembar, seandainya perbandingan nilai emas dan perak menurut
undang-undang berbeda dengan perbandingan sebenarnya di pasaran, maka logam
yang rendah nilainya akan mendesak logam yang tinggi nilainya dari peredaran. Kemungkinan kerugian yang timbul dari perubahan perbandingan
nilai menurut undang-undang itu akan dapat diatasi dengan syarat :
(1) banyak negara yang memakai sistem
standar kembar;
(2) adanya kebebasan dalam lalu lintas
logam antar negara. Apabila syarat ini dapat dipenuhi, maka jika terjadi
perubahan perbandingan dalam suatu negara, negara-negara lain akan membeli
logam yang menurun nilainya, sehingga nilai logam itu meningkat lagi. Oleh
karena ada pembelian dari luar negeri itu, maka perbandingan nilai akan pulih
kembali sesuai dengan undang-undang.
Perumusan ini merupakan sebuah hukum
yang disebut Hukum Newton
dikemuka-kan oleh Newton bunyinya
sebagai berikut “Seandainya nilai menurut undang-undang berbeda dengan
nilai yang sebenarnya terjadi, maka permintaan terhadap logam yang ditaksir
terlalu tinggi nilainya akan banyak sekali sehingga harganya akan meningkat
kembali”
2. Standar Kertas (Paper Standard)
Dewasa ini hampir semua negara
menganut sistem standar kertas, termasuk juga Indonesia. Dalam sistem standar
kertas peredaran uang tidak lagi
didasarkan pada salah satu logam. Mata uang kertas diterima sebagai alat
pembayaran yang sah, terutama berdasarkan kepercayaan masyarakat terhadap badan
yang mengeluarkannya (Bank Sentral/Bank Indonesia) dan dijamin dengan
undang-undang. Uang kertas yang diedarkan oleh bank sentral ini tidak dapat
ditukarkan dengan sejumlah logam yang ada pada bank walaupun dia tetap beredar
sebagai alat pembayaran yang sah.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem
Standar Moneter
a.Kelebihah standar emas
1.Sangat mudah dalam melakukan
konversi antara mata uang negara satu dengan mata uang negara yang lain.
2.Relatif stabilnya nilai tukar antara
mata uang satu dengan yang lain (dan antara setiap mata uang dengan
barang-barang yaitu tingkat harga-harga).
Kekurangan standar emas
1.Jumlah emas yang tersedia semakin
tidak cukup untuk menunjang transaksi
perdagangan nasional maupun
internasional yang semakin meningkat.
2.Krisis likuiditas, karena tidak
cukupnya alat pembayaran untuk menyangga volume transaksi yang semakin besar.
Kelebihan standar kertas
1.Kertas relatif mudah diperoleh dan murah
sebagai bahan untuk membuat uang kertas.
2.Uang kertas sebagai uang
kepercayaan/alat pembayaran yang sah dan dijamin dengan undang-undang.
Kekurangan standar kertas
1.Tidak mempunyai nilai intrinsik
(nilai intrinsiknya hampir nol)
2.Rentan terhadap pemalsuan uang,
terutama uang kertas yang nilainya besar.
F.Uang dalam Pandangan Ekonomi Konvensional
Menurut Ekonomi Konvesial, uang
memiliki fungsi :
(1) alat tukar (medium
of exchange) atau alat pembayaran. (means
of payment);
(2) satuan nilai (unit
of value)atau standar nilai, satuan hitung;
(3) alat penimbun kekayaan (store
of value), artinya uang tersebut berada dalam proses waktu
antara ketika uang tersebut di terima sampai di belanjakan. Dengan demikian
dalam pandangan ini, uang di pandang sebagai sesuatu yang sangat berharga dan
dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu (time value of money) yang diwujudkan dalam tingkat bunga.
Sementara menurut Ekonomi Islam,
fungsi uang adalah :
(1) alat tukar (medium of exchange) atau media transaksi;
(2) satuan nilai (unit
of value) atau standar hitung, sehingga uang tersebut mempunyai
daya beli;
(3) alat simpanan.
Islam membedakan antara uang (money) dan capital . Uang adalah flow concept (konsep mengalir), sementara capital adalah stock
concept (konsep persediaan). Di sisi lain uang termasuk barang
publik (money is public goods), sedangkan modal adalah barang
pribadi (capital is provate goods). Uang yang
ketika mengalir adalah public concept (flow concept), lalu mengendap dalam kepemilikan
seseorang (stock konsep), uang tersebut menjadi milik pribadi (private
goods). (Adiwarman A. Karim, 2007)
Konsep-konsep di atas bisa
diilustrasikan sebagai berikut : Mobil (privategoods/capital) dan jalan tol (pulic goods/money). Mobil tersebut hanya bisa
menikmati jalan tol apabila digunakan di jalan tol. Artinya jika uang
diinvestasikan dalam proses produksi, maka kita baru akan mendapatkan lebih
banyak uang, jika didiamkan, tidak akan mendapatkan tambahan. Namun dalam
ekonomi konvensional, uang dan capital bisa menjadi private goods, artinya
mobil tersebut baik di parkir di rumah ataupun digunakan di jalan tol, tetap
akan menikmati manfaat dari jalan tol tersebut. Jadi diinvestasikan atau tidak,
mereka tetap harus mendapatkan lebih banyak uang. Atas dasar
itulah, teori bunga (interest theory) dibangun para ekonom konvensional dan dipandang Adiwarman A.
Karim sebagai sebuah keanehan. (baca :
kejanggalan).
Dalam
konsepsi ekonomi barat/konvensional dikenal dengan istilah ’time valie of money”
(nilai waktu dari uang) yang bermakna bahwa satu rupiah hari ini, lebih
berharga daripada satu rupiah pada waktu yang akan datang, sebab satu rupiah
hari ini dapat diinvestasikan untuk mendapatkan keuntungan. Konsepsi ini
mendasarkan diri pada dua hal yaitu
1.Precence of Inflation
Apabila kita punya uang Rp 50.000 hari
ini, dapat dibelikan beras sebanyak 10
kg. Dengan tingkat inflasi 10% per
tahun, apabila kita membeli beras tahun depan dengan jumlah uang yang sama,
maka kita hanya dapat membeli 9 kg beras. Oleh karena itu apabila kita
meminjamkan uang Rp 50.000 dengan konsepsi ini, kita akan meminta konpensasi
kepada yang berhutang untuk hilangnya daya beli uang akibat inflasi tersebut.
Dalam Islam, konsepsi ini tidak benar.
Karena dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi,
Mengapa keberagaan deflasi tidak diperhitungkan dalam konsep time value of
money ?
Bisa saja terjadi dalam contoh
sebelumnya, kita bisa membeli beras
tahun depan sebelas kilo gram dengan uang Rp
50.000. Apakah kita akan memberikan
kompensasi untuk naiknya daya beli uang akibat deflasi tersebut ?
2.Preference present
consumption to future consumption
Konsumsi hari ini lebih disukai setiap
orang daripada konsumsi tahun depan. Dengan asumsi tingkat inflasi nihil, maka
kita dapat membeli beras dengan uang Rp 50.000 sebanyak sepuluh kilo gram hari
ini maupun tahun depan. Namun mengkonsumsi sepuluh kilo gram beras hari ini
lebih disuai dari pada mengkonsumsi sepuluh kilo gram beras tahun depan.
Dengan dasar ini menurut ekonomi barat , meskipun tingkat inflasi nihil,
seorang lebih menyukai Rp 50.000 hari ini dan mengkonsumsi hari ini. Sehingga
untuk menunda konsumsi, ia meminta
kompensasi karena uangnya dipinjamkan.
Dalam Islam yang dikenal bukan time value of money, tetapi yang dikenal adalah economic value of time (nilai ekonomis dari
waktu). Jadi waktu memiliki nilai ekonomis jika waktu tersebut dimanfaatkan
dengan menambah faktor produksi yang lain sehingga menjadi capital dan dapat
memperoleh pendapatan. Dan merupakan
kesalahan besar dalam konsep time
value of money, karena konsep ini mengadopsi dari teori pertumbuhan penduduk.
Teoi pertumbuhan penduduk menyatakan bahwa : Pt = Po (1 + r) dimana Pt = jumlah penduduk tahun ke t; Po =
jumlah penduduk tahun 0 : r = tingkat pertumbuhan penduduk; rumus ini diadopsi
menjadi FV = PV (1 + r) dimana FV = future value (nilai uang dimasa
depan); PV = present value (nilai uang sekarang); r = tingkat suku bunga. Hal
ini merupakan kekeliruan besar karena menyamakan uang benda mati dengan mahluk
hidup, sementara uang tidak bisa berkembang biak.
Modul PLPG Ekonomi SMA/MA
Rayon 10 Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia 2009 37
Daftar
Pustaka
Budiono. (1995). Ekonomi
Moneter. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
(BPFE)
Fredric S. Miskin. (1998). Financial
Markets, Institutions, and Money. Columbia:
Harper Collins Columbia University.
Glickman, Marshall. (2000).
The Mindful Money Guide : Panduan Keuangan yang
bijak. Alih bahasa : Soesanto
Boedidarmo. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Humas Bank Indonesia. Program Edukasi
Bank Indonesia,. Majalah Kontan
No 23
Tahun VII, 10 Maret 2003
Karim, Adiwarman A. (2007). Ekonomi
Makro Islami.
Jakrta : PT. Raja Grafindo
Persada,
Luckett, Dudley G. (1983). Uang
dan Perbankan,
Diterjemahkan : Paul C. Rosyadi,
Penerbit Erlangga
Jakarta.
Nopirin. (1996). Ekonomi
Moneter Buku I dan II. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi (BPFE).
Rachbini, Didik J. (Eds). (2000). Bank
Indonesia : Menuju Independensi Bank
Sentral. Jakarta:
PT Mardi Mulyo
Siamat, Dahlan. (2001). Manajemen
Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
--------. (2008). Sejarah Uang, Eramuslimdigest Edisi Koleksi VIII
Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2001, 2002,
2003, 2006 Jakarta : BI.
Ringkasan Publikasi Statistik Impor Tahun 2001, 2002,
2006, Jakarta : BPS.
www.bi.go.id
BAB IV
EKONOMI
INTERNASIONAL
Ani
Pinayani, Drs., M.M.
FPEB
Universitas Pendidikan Indonesia
Email :
ani_pinayani@yahoo.co.id
Rudyard
Kipling, sang penjelajah Timur dan Barat, penerima hadiah Nobel untuk
Kesusastraan pada
tahun 1907
pernah mengatakan “East is East, West is West, the twins
shall never meet”.
Andai kata
saat ini ia masih hidup, ia akan melihat dunia telah dibelah secara lain
berdasarkan
hubungan
ekonomi dan ketimpangannya. Dapat diperkirakan ia akanmengatakan pula
“North is North, South is South, the twins shall hardly meet”.
(Sri-Edi
Swasono, Menari atas Kendang Orang Lain, Sinar Harapan, 23 September 1994)
A.Pendahuluan
Pada saat ini kita sedang menghadapi
era globalisasi yang ditandai oleh adanya keterbukaan, ketergantungan dan
persaingan yang semakin ketat, khususnya dalam bidang Ekonomi Internasional,
yang menyebabkan studi tentang Ekonomi Internasional semakin penting untuk
dipelajari dan dipahami.
Ekonomi internasional diartikan
sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan
permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan
dan keuangan/moneter serta organisasi dan kerjasama ekonomi antar negara. Ruang
lingkup studi ekonomi internasional meliputi : teori dan kebijakan perdagangan
internasional, teori dan kebijakan keuangan dan moneter internasional,
organisasi dan kerjasama ekonomi internasional, perusahaan multinasional dan
bisnis internasional.
B.Teori Perdagangan Internasional
1.Teori Praklasik Merkantilisme
2.Teori Klasik : Absolut Advantage dan Comparative
Advantage
3.Teori Modern : The
Proportional Factor Theory, Paradox Leontif, Teori
Opportunity Cost, Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD), Analisis Manfaat
Perdagangan Internasional.
4.Current Theory of
International Trade: International product life cycle,
competitive advantage of nation dari
Michael Porter, Hypercompetitive dari
Richard
D’Aveni, competitive liberalization.
C. Perkembangan Sistem Moneter Internasional.
Sistem moneter internasional
(SMI) terutama menunjuk kepada
seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang
menentukan tingkat
dimana suatu mata uang ditukarkan
dengan mata uang lain (Shapiro, 1992).
Sistem moneter internasional sering diibartakan jaringan lampu lalu
lintas, dimana setiap pelaku menganggapnya tidak ada masalah kecuali bila lampu
tersebut rusak atau mati. Oleh karena itu banyak yang berpendapat bahwa sistem
moneter internasional ini erat kaitannya dengan konsep konvertibilitas mata
uang (Currency Convertibility) Dalam sejarah perkembangan
sistem moneter internasional, masyarakat
internasional telah menggunakan beberapa standar moneter internasional yang
berbeda-beda sesuai dengan berjalannya waktu dan perkembangan ekonomi
dunia.
1.Periode sebelum Perang Dunia I
Pada periode ini standar moneter yang
diterima oleh mayoritas negara-negara adalah suatu barang yang disebut emas.
Pada periode ini negara-negara utama di dunia menggunakan standar emas juga untuk transaksi-transaksi dalam
negeri. Oleh karena itu konversi mata
uang negara lain sangatlah mudah, dan nilai tukar antara mata uang satu dengan
mata uang yang lain dan antara setiapmata uang denga barang-barang yaitu
tingkat harga menunjukkan kestabilan.
2.Periode setelah Perang Dunia I
Pada periode ini, emas mulai
ditinggalkan sebagai satu-satunya standar moneter. Alasan utama ditinggalkannya
emas sebagai standar moneter dunia bukan karena orang-orang dan negara-negara
tidak percaya pada nilai emas, tetapi karena jumlah emas yang tersedia semakin
tidak cukup untuk menunjang transaksi-transaksi nasional maupun internasional
yang semakin meningkat akibat dari pertumbuhan perekonomian dan perdagangan
dunia.
3.Periode setelah Perang Dunia II
Perdagangan luar negeri antar
bangsa-bangsa semakin membesar dan emas yang telah dibebaskan dari peranannya
sebagai standar moneter dalam negeri itupun ternyata tidak cukup persediaannya
untuk menyangga volume transaksi perdagangan dunia. Krisis likuiditas dunia
muncul kembali dan negara-negara
di dunia mulai mencari alternatif. Setelah pecah Perang Dunia II sampai
awal tahun 1960-an mata uang dollar Amerika merupakan standar moneter
internasional. Nilainya yang stabil dan peranan yang dominan dari Amerika
Serikat di dalam perekonomian dunia telah membuat dollar sebagai mata uang yang
paling konvertibel dan di mana-mana diterima sebagai alat penyelesaian
transaksi internasional, disamping emas. Meskipun emas dan dollar sudah
dijadikan standar moneter internasional, ternyata dunia masih kekurangan alat
likuid untuk menyangga transaksi-transaksi antar negara, terutama sekali
setelah berakhirnya Perang Dunia II perekonomian dan perdagangan dunia kembali
mengalami kemajuan yang pesat. Kelangkaan dollar adalah masalah moneter internasional
pada waktu itu.
4.Periode 1960 - 1965
Mulai awal tahun 1960, terutama
setelah perang Vietnam makin menghebat pada tahun 1965, keadaan berbalik dari
kekurangan dollar menjadi kelebihan dollar. Penyebabnya adalah membengkaknya
defisit neraca pembayaran Amerika Serikat untuk membiayai Perang Vietnam dan
larinya modal ke luar negeri serta laju inflasi yang tinggi di negara tersebut.
Membesarnya defisit neraca pembayaran
AS telah mengakibatkan semakin melimpahnya uang dollar yang beredar di luar AS
dan setelah tahun 1965 jumlah dollar As menjadi terlalu banyak. Inflasi yang
tinggi di dalam negeri AS telah mengakibatkan makin parahnya defisit neraca
pembayaran dan sekaligus menurunkan kepercayaan orang luar terhadap dollar.
Orang mulai enggan memegang dollar dan posisinya sebagai standar moneter
internasional terus melemah. Sekali lagi orang beramai-ramai berusaha untuk
memegang emas yang ternyata mampu memempertahankan nilainya di segala jaman.
Mata uang-mata uang lain yang bisa
mempertahankan nilainya seperti Yen Jepang, Deutschmark Jerman atau sekarang
Euro (standar mata uang gabungan negara-negara Eropa) tidak bisa menggantikan
peranan dollar sebagai mata uang dunia karena mata uang-mata uang ini tidak
cukup dominan. Volume mata uang ini tidak mencukupi untuk menyangga volume
transaksi perdagangan dunia. Beberapa alternatif yang disarankan sebagai
standar moneter pengganti dollar AS adalah Menaikkan Harga Emas; Standar Barang
(non emas) dan Special Drawing Right (SDR).
SDR adalah semacam uang giral internasional yang didukung penuh dengan
dana cadangan (reserve) dan emas IMF. Oleh karena itu sering dijuluki emas
kertas (paper gold) karena bisa menggantikan semua fungsi emas sebagai standar
moneter internasional. Meskipun begitu SDR tidak ada hubungan yang langsung
dengan persediaan maupun harga emas. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa
bentuk awal sistem moneter internasional menggunakan emas sebagai dasar
pertukaran antar mata uang. Kejadian inetrnasional seperti perang dunia I, defisit
neraca pembayaran di Inggris dan Eropa, dan Perang Dunia II serta munculnya AS
sebagai negara kreditur terbesar di dunia, telah mendorong perkembangan standar
pertukaran emas di bawah sistem Bretton
Woods. Bersamaan dengan itu, IMF diberi tugas untuk mengatur dan menerapkan
persetujuan Bretton Woods dengan menyediakan bantuan keuangan bagi negara yang
mengalami masalah neraca pembayaran. Sistem Brettom Woods runtuh akibat adanya
dilema Triffin. Dolar AS tidak dapat dipertahankan sebagai komponen kunci
persetujuan Bretton Woods dan pensuplai
likuiditas yang diperlukan sistem moneter internasional karena defisit
neravca pembayaran AS membengkak dan krisis kepercayaan terhadap dolar sebagai
mata uang cadangan. Dua upaya kembali ke sistem Brettom Woods yang gagal pada
tahun 1971 dan 1974, serta tiadanya kewajiban menukarkan dolar AS dengan emas
telah menghasilkan perkembangan sistem moneter internasional modern yaitu era sistem kurs mengambang.
Berbagai sistem kurs juga berkembang seperti
Fixed exchange rate, Floating exchange rate dan Pegged
exchange rate system.
D. Bursa valas dan Faktor-faktor yang
mempengaruhi kurs valas
1.Pengertian valas (Foreign
Currency/Foreign Exchange)
2.Mekanisme bursa valas
3.Spot rate dan Spot
Market
4.Forward rate dan
forward market
5.Hedging dan forex exposure
6.Currency futures
market
7.Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs
valas
Faktor fundamental, faktor teknis,
psikologis dan faktor spekulasi
E. Neraca
Pembayaran
Pada saat ini kita sedang menghadapi
era globalisasi yang ditandai oleh adanyaketerbukaan, ketergantungan dan
persaingan yang semakin ketat, khususnya dalam bidang Ekonomi Internasional,
yang menyebabkan studi tentang Ekonomi Internasional semakin penting untuk
dipelajari dan dipahami.
Indonesia akan menghadapi perkembangan
ekonomi, keuangan dan perdagangan internasional yang pesat dan kompleks, baik
pada tingkat regional
maupun internasional. Salah satu
bagian pembahasan yang berhubungan
dengan masalah keuangan internasional
yaitu Neraca Pembayaran
Internasional (Balance of Payment) dan mengidentifikasi bagaimana
dampak neraca pembayaran defisit, surplus dan seimbang terhadap perekonomian
suatu negara.
1.Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran suatu negara adalah catatan
yang sistematik tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk negara
itu dengan penduduknegara lain. (Nopirin, 1996). Sedangkan menurut Balance
of Payment Manual (BPM) yang diterbitkan IMF (1993)
neraca pembayaran internasional (Balance of Payment) adalah suatu catatan yang disusun secara
sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan
barang/jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu
negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode tertentu, biasanya satu
tahun. Berdasarkan
pengertian tersebut di atas, terdapat dua hal yang perlu mendapat penjelasan
yaitu tentang pengertian penduduk dan transaksi ekonomi dalam suatu neraca
pembayaran internasional. Pengertian penduduk di dalam suatu neraca pembayaran
internasional meliputi orang perorangan/individu, badan hukum
dan pemerintah. Orang perorangan yang tidak mewakili
pemerintah suatu negara misalnya turis asing dianggap sebagai penduduk dimana
mereka mempunyai tempat tinggal \tetap atau tempat di mereka memperoleh
“center of interest”. Dalam menentukan center of interest dapat dipakai sebagai ukuran adalah dimana mereka memperoleh
penghasilan tetap atau dimana mereka bekerja. Suatu badan hukum dianggap
sebagai penduduk dari negara di mana badan hukum tersebut memperoleh status
sebagai badan hukum. Cabang-cabangnya yang ada di luar negeri dianggap sebagai
penduduk luar negeri. Sedangkan Badan-badan pemerintah adalah sebagai penduduk
dari negara yang diwakilinya. Contohnya, para diplomat kedutaan besar dianggap
sebagai penduduk dari negara yang mereka wakili. Transaksi yang mereka lakukan
di negara lain merupakan transaksi ekonomi internasional.
Transaksi
ekonomi yang termasuk dalam neraca pembayaran internasional adalah transaksi
ekonomi internasional saja. Sedangkan transaksi lainnya seperti bantuan militer
atau bantuan lain dari luar negeri tidak termasuk didalamnya. Neraca pembayaran
internasional (Balance of Payment) merupakan suatu catatan sistematis yang disusun berdasarkan suatu sistem
akuntansi yang dikenal sebagai “double-entry book-keeping”, sehingga setiap transaksi internasional yang terjadi akan
tercatat dua kali yaitu sebagai transaksi debet dan transaksi kredit. Transaksi
debet adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban untuk
melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain.
Contohnya, Indonesia mengimpor
barang-barang elektronik dari Jepang, transaksi ini dicatat dalam neraca
pembayaran sebagai transaksi debet karena Indonesia sekarang mempunyai
kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada Jepang. Sedangkan Transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak untuk menerima
pembayaran dari penduduk negara lain. Contohnya, Indonesia Mengekspor Minyak
Bumidan Gas LPG ke Korea Selatan,
transaksi ini dicatat dalam neraca pembayaran sebagai transaksi
kredit karena Indonesia sekarang
mempunyai hak untuk menerima pembayaran dari
Korea Selatan. Perbedaan lain
dari transaksi ekonomi adalah transaksi
berjalan (current account) dan transaksi kapital (capital
account). Transaksi berjalan adalah transaksi yang meliputi
barang-barang dan jasa, sedangkan transaksi kapital adalah transaksi yang
menyangkut investasi modal dan emas. Hadiah (gift), bantuan (aid) dan
transaksi satu arah yang lain (unilateral transfer) dapat digolongkan ke dalam transaksi yang sedang berjalan
atau sebagai transaksi tersendiri yaitu transaksi satu arah.
Tujuan
neraca pembayaran adalah untuk memberikan informasi kepada pemerintah tentang
posisi keuangan dalam hubungan ekonomi dengan negara lain serta membantu di
dalam pengambilan kebijakan moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran
internasional.
NERACA PEMBAYARAN
Laporan keuangan berbagai transaksi
ekonomi yang dilakukan suatu negara
dengan negara lain;
TRANSAKSI
BARANG
Ekspor (X) dan Impor (M) Barang
TRANSAKSI
JASA
Ekspor (X) dan Impor (M) Jasa
HIBAH
Swasta dan Pemerintah (B)
LALU
LINTAS MODAL
Aliran Modal Masuk (Capital Impor /CM)
dan Aliran Modal Keluar (Capital Export /CX)
Swasta dan Pemerintah
NERACA
PERDAGANGAN (NP)
Surplus (+) : X > MDefisit (-) : X < M
NERACA
JASA
(NJ) Surplus
(+) : X > M Defisit (-) : X < M
NERACA BARANG DAN JASA (A)
Surplus
(+) :
Jika surplus NP > defisit NJ atau
NP dan NJ surplus
Defisit
(-) :
Jika surplus NP < defisit NJ,
defisit NP > surplus NJ atau NP dan NJ defisit
TRANSAKSI BERJALAN (C)
(C) = (A) + (B)
Surplus (+)
Defisit (-)
NERACA
MODAL (D)
Surplus : CM > CX
Defisit : CM < CX
SELISIH
PERHITUNGAN (E)
LALU
LINTAS MONETER = (C) + (D) + (E) = POSISI NERACA PEMBAYARAN SURPLUS DIBERI TANDA (-); DEFISIT DIBERI TANDA (+)
Neraca
Pembayaran surplus : cadangan devisa naik (bertambah)
Neraca
pembayaran defisit : cadangan devisa turun (berkurang)
2.Komponen-komponen Neraca Pembayaran
Komponen neraca pembayaran suatu
negara terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa, neraca transaksi berjalan,
neraca modal dan neraca lalu lintas moneter.
Berdasarkan
Balance of Payment Manual (IMF,1993) dan Balance
of Payment Textbook (IMF, 1996) komponen standar neraca pembayaran terdiri
dari : Current account (neraca transaksi berjalan)
meliputi Goods (barang) and Services/Jasa (transfortation
and travel), Income (pendapatan) dan Current transfer serta capital and financial account yang meliputi : Capital account dan Financial account. Dengan standar yang
ditetapkan oleh IMF tersebut, setiap negara menyusun neraca pembayarannya
masing-masing dengan berbagai variasi, tetapi dengan prinsip dasar yang sama
yaitu “double-entry book-keeping”, sehingga neraca pembayaran secara
total akan selalu seimbang (balance) atau overall
balance akan sama dengan nol.
a.Neraca Transaksi Berjalan (Current
account)
Transaksi ini meliputi ekspor maupun impor barang-barang dan jasa. Ekspor
barang
meliputi barang-barang yang bisa dilihat secara fisik, contohnya : minyak,
gas LPG, produk hasil industri/pabrik, kerajinan tangan, tekstil dan produk
tekstil. Sedangkan ekspor jasa, contohnya : penjualan jasa-jasa transportasi,
tourisme atau travel dan asuransi. Dalam transaksi jasa ini termasuk juga
pendapatan dari investasi modal di luar negeri.
Ekspor barang dan jasa merupakan transaksi kredit sebab transaksi ini
menimbulkan hak untuk menerima pembayaran (menyebabkan terjadinya aliran dana
masuk). Impor barang-barang contohnya : bahan baku untuk industri, barang modal seperti mesin
untuk industri, dan barang-barang
konsumsi, sedangkan impor jasa meliputi
pembelian jasa-jasa dari penduduk negara lain. Termasuk dalam impor jasa adalah
pembayaran pendapatan (bunga, deviden atau keuntungan) untuk modal yang ditanam
didalam negeri oleh penduduk negara lain. Impor barang-barang dan jasa
merupakan transaksi debet sebab transaksi ini menimbulkan kewajiban untuk
melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain (menyebabkan aliran dana ke
luar negeri).
Komponen neraca pembayaran secara
garis besar dapat digambarkan dalam
skema sebagai berikut :
X = Ekspor Barang
M = Impor Barang
+ / -
= Surplus (+) atau Defisit (-)
pada
Neraca Perdagangan Luar Negeri Rekening
S = Jasa, diterima dari atau Transaksi Berjalan
dibayar kepada Luar Negeri (selama tiap tahun) (angkutan, asuransi,
oktroi/lisensi, laba,
dalam Bunga hutang Luar Negeri,
dsbnya)
Neraca Pembayaran Luar Negeri + / -
= Surplus (+) atau Defisit (-) pada
Rekening Transaksi Berjalan dalam Neraca Pembayaran Luar Negeri + Modal masuk dari Luar Negeri (Capital Inflow) (+) atau Modal ke Luar
Negeri
(Capital Outflow) (-) terdiri atas : Rekening Lalu Lintas
§Bantuan “Grants” (Cuma-Cuma) Modal
§Pinjaman Luar Negeri : Pemerintah,
swasta
§Investasi Modal Swasta dari Luar
Negeri atau di Luar Negeri
§Dana “panas” yang masuk keluar secara spekulatif
Neraca Pembayaran Luar Negeri = Lalu Lintas Moneter (Overall Balance)
(Rekening Transaksi
Berjalan + Rekening Lalu LintaModal)
Transaksi berjalan mempunyai arti
khusus. Surplus transaksi yang sedang berjalan menunjukkan bahwa ekspor lebih
besar dari impor. Ini berarti bahwa suatu negara mengalami penambahan kekayaan dalam bentuk valuta asing, sehingga mempunyai saldo
positif dalam investasi luar negeri. Sebaliknya defisit dalam transaksi
berjalan berarti impor lebih besar dari ekspor, sehingga terjadi pengurangan
investasi di luar negeri. Dengan
demikian transaksi berjalan sangat erat hubungannya dengan pendapatan nasional,
sebab ekspor dan impor merupakan komponen dari pendapatan nasional. Hal ini
dapat dilihat dari persamaan pendapatan nasional Y = C + I + G + X – M, di mana
Y adalah pendapatan nasional, C
adalah konsumsi, I adalah pengeluaran investasi (swasta), G adalah pengeluaran
pemerintah, dan (X - M) adalah neraca perdagangan (netto). Jika
(X - M) positif berarti (C + I + G) < Y, implikasinya bahwa
suatu negara menghasilkan lebih banyak dari yang digunakan sehingga kelebihannya
dijual ke luar negeri. Sebaliknya jika (X – M) negatif berarti negara itu
pengeluarannya lebih besar daripada yang dihasilkan. Dengan demikian jelas
bahwa suatu negara akan bisa memperbaiki neraca perdagangannya apabila dapat
meningkatkan pendapatan nasional lebih
besar dari pengeluarannya.
b.Neraca Perdagangan (Balance of
trade)
Dalam neraca ini dicatat seluruh
transaksi ekspor dan impor barang dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Ekspor barang dicatat sebagai
transaksi kredit atau positif.
2) Impor barang dicatat sebagai
transaksi debet atau negatif.
c.Neraca Jasa (Service account)
Transaksi yang termasuk neraca jasa adalah seluruh
transaksi ekspor dan
impor jasa yang meliputi : pembayaran bunga, biaya transportasi, biaya
asuransi, jasa TKI/TKW, fee/royalty teknologi dan tour and travel. Neraca jasa
Indonesia selalu tercatat dalam posisi negatif atau debet karena transaksi
impor lebih besar dari transaksi ekspor, khususnya untuk pembayaran bunga,
biaya transportasi, biaya asuransi dan biaya royalty. Transaksi jasa yang
positif adalah jasa turis/pariwisata, karena lebih banyak turis asing yang datang ke Indonesia daripada turis
Indonesia yang pergi ke luar negeri. Posisi negatif atau defisit dari neraca
jasa juga mencerminkan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia
sebagai penghasil jasa, walaupun secara kuantitas lebih banyak TKI/TKW Indonesia yang bekerja di luar negeri, tetapi
dengan penghasilan yang rendah dibandingkan dengan tenaga kerja asing yang
bekerja di Indonesia dengan bayaran yang lebih tinggi.
d.Neraca Modal (Capital account)
Neraca
modal terdiri dari ekspor dan
impor modal, baik untuk jangka
panjang maupun jangka pendek.
Transaksi modal jangka pendek meliputi :
1)Kredit untuk perdagangan dari negara
lain (transaksi kredit) atau kredit perdagangan yang diberikan kepeda penduduk
negara lain (transaksi debet)
2)Deposito bank di luar negeri
(transaksi debet) atau deposito bank di dalam negeri milik penduduk negara lain
(transaksi kredit)
3)Pembelian surat berharga luar negeri
jangka pendek (transaksi debet) atau penjualan surat berharga dalam negeri
jangka pendek kepada penduduk negara
lain (transasksi kredit).
Sedangkan yang termasuk transaksi
modal jangka panjang meliputi :
1)Investasi langsung di luar negeri
(transaksi debet) atau investasi asing
di dalam negeri (transaksi kredit)
2)Pembelian surat-surat berharga
jangka panjang milik penduduk negara lain
(transaksi debet) atau pembelian
surat-surat berharga jangka panjang dalam negeri oleh penduduk asing (transaksi
kredit)
3)Pinjaman jangka panjang yang
diberikan kepada penduduk negara lain (transaksi debet) atau pinjaman jangka
panjang yang diterima dari penduduk negara lain (transaksi kredit)
e. Neraca transaksi satu arah
(Unilateral account)
Transaksi satu arah adalah transaksi yang tidak menimbulkan
kewajiban untuk membayar kembali, misalnya bantuan sosial (grant) yang diterima atau diberikan dari/ke luar negeri, hadiah (gifts). Apabila suatu negara memberikan hadiah atau bantuan kepada
negara lain, maka ini merupakan transaksi debit. Sebaliknya, apabila suatu
negara menerima bantuan atau hadiah dari negara lain merupakan transaksi
kredit.
f.
Selisih perhitungan (Error and omission)
Error dan omission
adalah selisih
yang belum dapat dipehitungkan yang diperoleh dari penjumlahan perubahan
cadangan devisa dan saldo devisa yang
terdapat pada neraca lalu lintas
moneter yang dicatat oleh Bank Sentral. Error adalah selisih yang terjadi karena adanya
kesalahan pencatatan atau kesalahan perhitungan, sedangkan omission adalah selisih yang
terjadi karena adanya perdagangan atau transaksi penyelundupan atau perdagangan
narkoba yang pasti tidak tercatat. Rekening ini merupakan rekening penyeimbang
apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak persis sama dengan nilai
transaksi-transaksi debet. Dengan adanya rekening selisih perhitungan ini maka
jumlah total nilai sebelah kredit dan debet dari suatu neraca pembayaran
internasional akan selalu sama (balance).
g.
Neraca Lalu Lintas Moneter (Monetary account)
Neraca Lalu Lintas Moneter (Monetary
account) merupakan saldo devisa yang
dicatat berdasarkan transaksi arus
devisa yang masuk dan keluar dari suatu negara. Karena neraca pembayaran secara
keseluruhan harus dalam posisi seimbang (balance) atau dengan kata lain overall
balance = 0, maka pencatatan posisi saldo pada lalu
lintas moneter ini mempunyai tanda yang berlawanan
dengan posisi saldo perubahan cadangan devisa yaitu
1)Apabila posisi saldo perubahan
cadangan devisa mempunyai tanda positif(+), maka posisi saldo lalu lintas moneter mempunyai tanda negatif
(-). Sebaliknya, \bila posisi saldo perubahan cadangan
devisa mempunyai tanda negatif (-), maka posisi saldo lalu lintas moneter mempunyai tanda positif
(+).
2)Tanda negatif (-) berarti surplus dan tanda positif (+) berarti
defisit. Berdasarkan standar penyusunan neraca pembayaran dalam Balance
of Payment Manual dan Balance of Payment Textbook
yang ditetapkan.
3.Neraca Pembayaran Defisit, Surplus dan Seimbang
Suatu neraca pembayaran dikatakan
tidak seimbang apabila transaksi autonomous debit tidak sama dengan transaksi
autonomous kredit. Sedangkan nerca
pembayaran surplus terjadi apabila transaksi autonomous kredit lebih besar
daripada transaksi autonomous debet atau CAT > DAT. Yang dimaksud dengan
transaksi “autonomous” adalah transaksi yang timbul dengan sendirinya,
bukan sebagai akibat dari adanya transaksi lain. Transaksi autonomous terdiri dari transaksi-transaksi sedang berjalan, transaksi
modal serta transaksi satu arah.
Perbedaan antara transaksi autonomous debet dengan kredit
diseimbangkan dengan transaksi lalu lintas moneter.
Transaksi ini timbul diakibatkan oleh
ketidakseimbangan antara transaksi autonomous debet dan kredit.
Perubahan
cadangan devisa atau saldo devisa (dR) / change of forex reserve tahun tersebut (bagian E pada tabel 2.1 atau bagian V pada
tabel 2.2) pada dasarnya sudah menunjukkan posisi keuangan internasional suatu
negara berdasarkan transaksi yang tercatat pada neraca transaksi berjalan dan
neraca modal. Apabila saldo cadangan devisa
menunjukkan angka positif (dR > 0), maka posisi neraca pembayaran dalam
keadaan surplus sebaliknya bila menunjukkan angka negatif (dR < 0), maka
posisi neraca pembayaran dalam keadaan defisit. Secara skematis posisi neraca
pembayaran suatu negara dapat diringkas sebagai berikut :
Keterangan :
Neraca Pembayaran Seimbang
Neraca pembayaran dikatakan seimbang
apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
a.dR = 0
b.Pos-pos dalam neraca pembayaran
dapat bertahan cukup lama, tanpa campur
tangan pemerintah, yang dilakukan
melalui kebijakan berupa keputusan
pemerintah yang dapat mempengaruhi arus transaksi
ekonomi dan keuangan
internasional.
Posisi Neraca Pembayaran
dR = N.Transaksi Berjalan + Neraca Modal
> 0 atau < 0
dR = 0
neraca pembayaran seimbang
dR 0
neraca pembayaran tidak seimbang
dR < 0
neraca pembayaran Defisit
dR > 0
neraca pembayaran
Surplus
Neraca Pembayaran Tidak Seimbang
Neraca pembayaran dikatakan tidak
seimbang apabila terjadi hal-hal sebagai berikut
a.dR 0
dR < 0 neraca pembayaran defisit
dR > 0 neraca pembayaran surplus
b.CAT DAT
CAT < DAT neraca pembayaran defisit
CAT > DAT neraca pembayaran surplus
Dampak dari defisit/surplus neraca
pembayaran akan menurunkan/menaikkan
posisi cadangan devisa suatu negara.
Apabila suatu negara mengalami defisit pada neraca pembayarannya, maka jumlah
cadangan devisa negara tersebut akan
menurun dan mengurangi devisa untuk
membayar kebutuhan impor dan utang luar negeri.
Sedangkan
bila surplus, maka jumlah cadangan
devisa negara tersebut akan meningkat
dan menambah jumlah devisa untuk membayar kebutuhan impor dan utang luar
negeri. Pada tahun 2001 (lihat tabel 4.1) neraca pembayaran Indonesia secara
keseluruhan mengalami defisit sebesar $ 1,4 miliar, sehingga posisi cadangan
devisa pada akhir tahun 2001 menurun
dari $ 29,4 miliar pada tahun 2000 menjadi $ 28,0 miliar. Besarnya cadangan
devisa tersebut dapat digunakan untuk membayar kebutuhan impor dan pembayaran
utang luar negeri selama kurang lebih
6,1 bulan Sedangkan pada tahun 2003 (lihat tabel 4.2) neraca pembayaran
Indonesia memperoleh surplus sebesar $ 4.2 miliar, sehingga posisi cadangan devisa resmi pada akhir tahun
2003 meningkat dari $ 32.03 miliar pada
tahun 2002 menjadi $ 36.2 miliar. Cadangan devisa tersebut dapat digunakan
untuk membayar kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah
selama kurang lebih 7.1 bulan.
Penyempurnaan Neraca Pembayaran Indonesia
(NPI)
Sejak Maret 2006 telah dilakukan penyempurnaan
dalam penyusunan statistik
NPI yang didasarkan pada standar
internasional (BOP Manual IMF 2004).
Penyempurnaan mencakup antara lain :
1.Perluasan cakupan (coverage) data
baru
2.Reklasifikasi pencatatan data yang
ada.
Penyempurnaan Statistik NPI dalam
Transaksi Berjalan
Format Lama (NPI saat ini) Format
Lama (Penyempurnaan NPI)
Cakupan Data Belum memasukkan
penerimaan
§Income atas aset Direct
Invesment Abroad, meliputi
income profit transfer dan
income on debt
§Income atas asset portofolio
Invesment yaitu income on
equity dan debt
Ditambah data baru penerimaan
§Income atas aset Direct
Invesment Abroad, meliputi
income profit transfer dan
income on debt
§Income atas asset portofolio
Invesment yaitu income on
equity dan debt
Reklasifikasi Data
§Ekspor dan impor non
migas terdiri dari :
1.General Merchandise
2.Non Monetery Gold
§Hibah yang dicatat pada
current transfer belum
memisahkan antara hibah
untuk tujuan investasi dan
non investasi
§Ekspor dan impor non migas
terdiri dari :
1. General Merchandise
2. Goods for Processing
3. Goods procured in ports by carriers
4. Repairs on Goods
5. Non Monetery Gold
§Hibah non investasi dikategorikan ke dalam current
transfer (masuk dalam current account)
§Hibah investasi dalam bentuk in cash dan in kind (yang termasuk non
financial assets) dikategorikan ke dalam Capital
Account .Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank
Indonesia, 2006
A.Belum memasukkan data asset
B.Belum memasukkan Direct
Invesment sector ,igas
C.Belum
memasukkan Currency and Deposit sisi liabilities
A.Ditambah data baru asset :
§Direct
Invesment Abroad : equity and other
capital
§PortofolioInvesment : equity dan debt securities
B.Direct Invesment mencakup sector non migas dan migas
C.Ditambah data baru Currency
and Deposit sisi liabilities
Reklasifikasi Data§Data “paid in capital”
(tambahan setoran modal
bank campuran oleh pihak
asing) termasuk other
income
§Obligasi pemerintah valas
termasuk other
investment
§Loan perusahaan BUMN termasuk sector public
§Utang perusahaan swasta (penarikan dan pembayaran) mencakup “loan
agreement”
§Data “paid in capital” dihapus dari other
income dan dimasukkan dalam Direct Invesment in
Indonesia (quity)
Obligasi pemerintah dihapus dari other
investment dan dimasukkan dalam PortofolioInvesment (debt securities) mengingat jenisnya berupa surat
berharga
§Loan perusahaan BUMN dipindahkan ke sector swasta
§Loan
agreement perusahaan
swasta dirinci menjadi “loan” dan “Trade
Credit”
Direktorat Statistik Ekonomi dan
Moneter BI. (2006). Penyempurnaan Neraca
Pembayaran Indonesia. Tidak Dipublikasikan.
Hady, Hamdy. (2001). Ekonomi
Internasional. Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional Buku 1. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.
Hady, Hamdy. (2001) . Ekonomi
Internasional : Teori dan Kebijakan Keuangan
Internasional Buku 2. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.
Halwani, R. Hendra. (2001). Ekonomi
Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.
Krugman, Paul R. Maurice Obstfeld.
(1998). International
Economics : Theory and
Policy. HarperCollins Publisher.
Nopirin. (1996). Ekonomi
Internasional. Edisi 3, Yogyakarta : Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi.
Shapiro, Alan C. (1992). Multinational
Financial management. 4th edition. Boston :
Allyn and Bacon.